Al Farabi (870-970 M)

 

Sosok dan pemikiran Al-Farabi hingga kini tetap menjadi perhatian dunia. Dialah filosof Islam pertama yang berhasil mempertalikan serta menyelaraskan filsafat politik Yunani klasik dengan Islam. Sehingga, bisa dimengerti di dalam konteks agama-agama wahyu. Pemikirannya begitu berpengaruh besar terhadap dunia Barat.

”Ilmu Logika Al-Farabi memiliki pengaruh yang besar bagi para pemikir Eropa,” ujar Carra de Vaux. Tak heran, bila para intelektual merasa berutang budi kepada Al-Farabi atas ilmu pengetahuan yang telah dihasilkannya. Pemikiran sang mahaguru kedua itu juga begitu kental mempengaruhi pikiran-pikiran Ibnu Sina dan Ibnu Rush.

Al-Farabi atau Barat mengenalnya dengan sebutan Alpharabius memiliki nama lengkap Abu Nasr Muhammad ibn al-Farakh al-Farabi. Tak seperti Ibnu Khaldun yang sempat menulis autobiografi, Al-Farabi tidak menulis autobiografi dirinya.

Tak ada pula sahabatnya yang mengabadikan latar belakang hidup sang legenda itu, sebagaimana Al-Juzjani mencatat jejak perjalanan hidup gurunya Ibnu Sina.Tak heran, bila muncul beragam versi mengenai asal-muasal Al-Farabi. Ahli sejarah Arab pada abad pertengahan, Ibnu Abi Osaybe’a, menyebutkan bahwa ayah Al-Farabi berasal dari Persia. Mohammad Ibnu Mahmud Al-Sahruzi juga menyatakan Al-Farabi berasal dari sebuah keluarga Persia. Namun, menurut Ibn Al-Nadim, Al-Farabi berasal dari Faryab di Khurasan.


Faryab adalah nama sebuah provinsi di Afganistan. Keterangan itu diperoleh oleh Al-Nadim dari temannya bernama Yahya ibn Adi yang dikenal sebagai murid terdekat Al-Farabi. Sejumlah ahli sejarah dari Barat, salah satunya Peter J King juga menyatakan Al-Farabi berasal dari Persia.

Berbeda dengan pendapat para ahli di atas, ahli sejarah abad pertengahan, Ibnu Khallekan, mengklaim bahwa Al-Farabi lahir di sebuah desa kecil bernama Wasij di dekat Farab ( sekarang Otrar berada di Kazakhstan). Konon, ayahnya berasal dari Turki. Menurut Encyclopaedia Britannica, Al-Farabi juga berasal dari Turki atau Turki Seljuk.



Konon, Al-Farabi lahir sekitar tahun 870 M. Ia menghabiskan masa kanak-kanaknya di Farab. Di kota yang didominasi pengikut mazhab Syafi’iyah itulah Al-Farabi menempuh pendidikan dasarnya. Sejak belia, Al-Farabi sudah dikenal berotak encer alias sangat cerdas. Ia juga memiliki bakat yang begitu besar untuk menguasai hampir setiap subyek yang dipelajari.

Setelah menyelesaikan studi dasarnya, Al-Farabi hijrah ke Bukhara untuk mempelajari ilmu fikih dan ilmu-ilmu lainnya. Ketika itu, Bukhara merupakan ibu kota dan pusat intelektual serta religius Dinasti Samaniyah yang menganggap dirinya sebagai bangsa Persia.Saat itu Bukhara dipimpin Nashr ibn Ahmad (874-892). Pada masa itulah Al-Farabi mulai berkenalan dengan bahasa dan budaya serta filsafat Persia. Di kota lautan pengetahuan itu pula Al-Farabi muda mengenal dan mempelajari musik. 936. Dia sempat menjadi seorang qadhi. Setelah melepaskan jabatan qadhi-nya, Al-Farabi hijrah ke Merv untuk mendalami logika Aristotelian serta filsafat. Guru utama filsafatnya adalah Yuhanna ibn Hailan, seorang Kristen. Dari Ibnu Hailan-lah dia mulai bisa membaca teks-teks dasar logika Aristotelian, termasuk Analitica Posteriora yang belum pernah dipelajari seorang Muslim pun sebelumnya.

Beberapa tahun sebelum kitab-kitab Aristoteles diterjemahkan ke dalam bahasa Arab, Al-Farabi telah menguasai bahasa Syria dan Yunani. Pada 901 M, bersama sang guru, Al-Farabi dia mengembara ke Baghdad yang saat itu menjadi kota metropolis intelektual pada abad pertengahan. Ketika kekhalifahan Al-Muqtadir (908-932), berkuasa, Al-Farabi sempat pula pergi ke Konstantinopel untuk memperdalam filsafat dan singgah di Harran.

Ketika 910-920 M, Al-Farabi kembali ke Baghdad. Di negeri 1001 malam itu, dia terus mengembangkan ketertarikannya untuk menggali dan mempelajari alam semesta dan manusia. Ketertarikannya pada dua hal itu membuatnya tertarik untuk menggali filsafat kuno terutama filsafat Plato dan Aristoteles. Dengan otaknya yang cemerlang, Al-Farabi membuat terobosan untuk menggabungkan filsafat Platonik dan Aristotelian dengan pengetahuan mengenai Alquran serta beragam ilmu lainnya. Beruntung Al-Farabi bisa menimba ilmu dari sejumlah guru yang mumpuni. Ia belajar filsafat Aristoteles dan logika langsung dari seorang filosof termasyhur Abu Bishr Matta ibnu Yunus

Dalam waktu yang tak terlalu lama, kecemerlangan pemikiran Al-Farabi mampu mengatasi reputasi gurunya dalam bidang logika. Sedangkan tata bahasa Arab di pelajarinya dari seorang pakar tata bahasa dan linguistik kondang bernama Abu Bakr ibn Saraj. Selain menguasai filsafat dan bahasa, Al-Farabi juga dikenal sebagai ilmuwan yang berjasa dan memberi kontribusi dalam berbagai bidang ilmu seperti, aritmatika, fisika, kimia, medis, astronomi, dan musik. Akhir tahun 942 M, hengkang dari Baghdad ke Damaskus, karena situasi politik yang memburuk. Selama dua tahun tinggal di Damaskus, pada siang hari Al-Farabi bekerja sebagai penjaga kebun. Sedangkan pada malam hari dia membaca dan menulis karya-karya filsafat. Ia sempat pula hijrah ke Mesir dan lalu kembali lagi ke Damaskus pada 949 M.

Ketika tinggal di Damaskus untuk yang kedua kalinya, Al-Farabi mendapat perlindungan dari putra mahkota penguasa baru Siria, Saif al-Daulah. Saif al-Daulah sangat terkesan dengan Al-Farabi karena kemampuannya dalam bidang filsafat, bakat musiknya serta penguasaannya atas berbagai bahasa. Ratusan kitab telah dihasilkan Al-Farabi. Kehidupan sufi yang dijalaninya membuatnya tetap hidup sederhana dengan pikiran dan waktu yang tetap tercurah untuk karir filsafatnya. Ia tutup usia di Damaskus pada 970 M. Amir Sayf ad-Dawla kemudian membawa jenazahnya dan menguburkannya di Damaskus. Ia dimakamkan di pemakaman Bab as-Saghir yang terletak di dekat makam Muawiyah, yang merupakan pendiri dinasti Ummayah.

sumber:
http://delsajoesafira.blogspot.co.id/2010/04/sejarah-singkat-al-farabi.html

Ar-Razi /Ar-Razi (864-930 M)




Meneliti: Demam, penyakit cacar, alergi asma, dan ilmuwan pertama yang menulis tentang alergi dan imunologi.

Nama Lengkapnya Abu Bakar Muhammad bin Zakaria Ar Razi dan dikenali sebagai Rhazes di dunia barat,Ia. merupakan salah seorang pakar sains Iran yang hidup antara tahun 865 – 925 M. Ar-Razi juga diketahui sebagai ilmuwan serba bisa dan dianggap sebagai salah satu ilmuwan terbesar dalam Islam.

Ia lahir di Rayy, Teheran pada tahun 251 H./865 dan wafat pada tahun 313 H/925. Ar-Razi sejak muda telah mempelajari filsafat, kimia, matematika dan kesastraan. Dalam bidang kedokteran, ia berguru kepada Hunayn bin Ishaq di Baghdad.

Sekembalinya ke Teheran, ia dipercaya untuk memimpin sebuah rumah sakit di Rayy. Selanjutnya ia juga memimpin Rumah Sakit Muqtadari di Baghdad. Sebagai seorang dokter utama di rumah sakit di Baghdad, ar-Razi merupakan orang pertama yang membuat penjelasan seputar penyakit cacar.

Razi diketahui sebagai seorang ilmuwan yang menemukan penyakit “alergi asma”, dan ilmuwan pertama yang menulis tentang alergi dan imunologi. Pada salah satu tulisannya, dia menjelaskan timbulnya penyakit Rhintis setelah mencium bunga mawar pada musim panas.

Razi juga merupakan ilmuwan pertama yang menjelaskan demam sebagai mekanisme tubuh untuk melindungi diri. Pada bidang farmasi, ar-Razi juga berkontribusi membuat peralatan seperti tabung, spatula dan mortar. Ar-Razi juga mengembangkan obat-obatan yang berasal dari merkuri.


Imam Nasa'i (830-915M)


  

Nama Imam an-Nasa`i adalah Ahmad bin Syu’aib bin Ali bin Sinan bin Bahr. Kuniyah Imam an-Nasa`i: Abu Abdirrahman. Nasab Imam an-Nasa`i: An Nasa`i dan An Nasawi, yaitu nisbah kepada negeri asal Imam an-Nasa`i, tempat Imam an-Nasa`i di lahirkan, yaitu Nisa, Satu kota bagian dari Khurasan (Sekarang Turkimenistan) . Beliau diahirkan pada tahun 215 hijriah.

Sifat-sifat Imam an-Nasa’i

An-Nasa`i merupakan seorang lelaki yang ganteng, berwajah bersih dan segar, wajahnya seakan-akan lampu yang menyala. Beliau adalah sosok yang karismatik dan tenang, berpenampilan yang sangat menarik.

Kondisi itu karena beberapa faktor, diantaranya; dia sangat memperhatikan keseimbangan dirinya dari segi makanan, pakaian, dan kesenangan, minum sari buah yang halal dan banyak makan ayam.

Aktifitas Imam an-Nasa’i dalam menimba ilmu

Imam Nasa`i memulai menuntut ilmu lebih dini, karena Imam an-Nasa`i mengadakan perjalanan ke Qutaibah bin Sa’id pada tahun 230 hijriah, pada saat itu Imam an-Nasa`i berumur 15 tahun. Beliau tinggal di samping Qutaibah di negerinya Baghlan selama setahun dua bulan, sehingga Imam an-Nasa`i dapat menimba ilmu darinya begitu banyak dan dapat meriwayatkan hadits-haditsnya.

Imam Nasa`i mempunyai hafalan dan kepahaman yang jarang dimiliki oleh orang-orang pada zamannya, sebagaimana Imam an-Nasa`i memiliki kejelian dan keteliatian yang sangat mendalam. Imam an-Nasa`i dapat meriwayatkan hadits-hadits dari ulama-ulama besar, berjumpa dengan para imam huffazh dan yang lainnya, sehingga Imam an-Nasa`i dapat menghafal banyak hadits, mengumpulkannya dan menuliskannya, sampai akhirnya Imam an-Nasa`i memperoleh derajat yang tinggi dalam disiplin ilmu ini.

Beliau telah menulis hadits-hadits dla’if, sebagaimana Imam an-Nasa`ipun telah menulis hadits-hadits shahih, padahal pekerjaan ini hanya di lakukan oleh ulama pengkritik hadits, tetapi imam Nasa`i mampu untuk melakukan pekerjaan ini, bahkan Imam an-Nasa`i memiliki kekuatan kritik yang detail dan akurat, sebagaimana yang digambarkan oleh al Hafizh Abu Thalib Ahmad bin Sazhr; ‘ siapa yang dapat bersabar sebagaimana kesabaran An Nasa`i? dia memiliki hadits Ibnu Lahi’ah dengan terperinci – yaitu dari Qutaibah dari Ibnu Lahi’ah-, maka dia tidak meriwayatkan hadits darinya.’ Maksudnya karena kondisi Ibnu Lahi’ah yang dha’if.

Dengan ini menunjukkan, bahwa tendensi Imam an-Nasa`i bukan hanya memperbanyak riwayat hadits semata, akan tetapi Imam an-Nasa`i berkeinginan untuk memberikan nasehat dan menseterilkan syarea’at (dari bid’ah dan hal-hal yang diada-adakan).
Imam Nasa`i selalu berhati-hati dalam mendengar hadits dan selalu selektif dalam meriwayatkannya. Maka ketika Imam an-Nasa`i mendengar dari Al Harits bin Miskin, dan banyak meriwayatkan darinya, akan tetapi Imam an-Nasa`i tidak mengatakan; ‘telah menceritakan kepada kami,’ atau ‘telah mengabarkan kepada kami,’ secara serampangan, akan tetapi dia selalu berkata; ‘dengan cara membacakan kepadanya dan aku mendengar.’ 

Para ulama menyebutkan, bahwa faktor imam Nasa`i melakukan hal tersebut karena terdapat kerenggangan antara imam Nasa`i dengan Al Harits, dan tidak memungkinkan baginya untuk menghadiri majlis Al Harits, kecuali Imam an-Nasa`i mendengar dari belakang pintu atau lokasi yang memungkinkan baginya untuk mendengar bacaan qari` dan Imam an-Nasa`i tidak dapat melihatnya.

Para ulama memandang bahwa kitab hadits Imam an-Nasa`i “Sunan an-Nasa`i” sebagai kitab kelima dari Kutubussittah setelah Shahih al-Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Abu Dawud dan Jami’ at-Tirmidzi.

Rihlah Imam an-Nasa’i

Imam Nasa`i mempunyai lawatan ilmiah cukup luas, Imam an-Nasa`i berkeliling ke negeri-negeri Islam, baik di timur maupun di barat, sehingga Imam an-Nasa`i dapat mendengar dari banyak orang yang mendengar hadits dari para hafizh dan syaikh.

Di antara negeri yang Imam an-Nasa`i kunjungi adalah sebagai berikut; Khurasan, Iraq; Baghdad, Kufah dan Bashrah, Al Jazirah; yaitu Haran, Maushil dan sekitarnya, Syam, Perbatasan; yaitu perbatasan wilayah negeri islam dengan kekuasaan Ramawi, Hijaz, Mesir.

Guru-guru Imam an-Nasa’i

Kemampuan intelektual Imam Nasa’i menjadi matang dan berisi dalam masa lawatan ilmiahnya. Namun demikian, awal proses pembelajarannya di daerah Nasa’ tidak bisa dikesampingkan begitu saja, karena di daerah inilah, Imam an-Nasa`i mengalami proses pembentukan intelektual, sementara masa lawatan ilmiahnya dinilai sebagai proses pematangan dan perluasan pengetahuan.
Di antara guru-guru Imam an-Nasa`i, yang teradapat didalam kitab sunannya adalah sebagai berikut;
- Qutaibah bin Sa’id
- Ishaq bin Ibrahim
- Hisyam bin ‘Ammar
- Suwaid bin Nashr
- Ahmad bin ‘Abdah Adl Dabbi
- Abu Thahir bin as Sarh
- Yusuf bin ‘Isa Az Zuhri
- Ishaq bin Rahawaih
- Al Harits bin Miskin
- Ali bin Kasyram
- Imam Abu Dawud
- Imam Abu Isa at Tirmidzi, dan yang lainnya.

Murid-murid Imam an-Nasa`i

Murid-murid yang mendengarkan majlis Imam an-Nasa`i dan pelajaran hadits Imam an-Nasa`i adalah;
- Abu al Qasim al Thabarani
- Ahmad bin Muhammad bin Isma’il An Nahhas an Nahwi
- Hamzah bin Muhammad Al Kinani
- Muhammad bin Ahmad bin Al Haddad asy Syafi’i
- Al Hasan bin Rasyiq
- Muhmmad bin Abdullah bin Hayuyah An Naisaburi
- Abu Ja’far al Thahawi
- Al Hasan bin al Khadir Al Asyuti
- Muhammad bin Muawiyah bin al Ahmar al Andalusi
- Abu Basyar ad Dulabi
- Abu Bakr Ahmad bin Muhammad as Sunni, dan yang lainnya.

Kesaksian para ulama terhadap Imam an-Nasa’i

Dari kalangan ulama seperiode Imam an-Nasa`i dan murid-muridnya banyak yang memberikan pujian dan sanjungan kepada Imam an-Nasa`i, di antara mereka yang memberikan pujian kepada Imam an-Nasa`i adalah;

Abu ‘Ali An Naisaburi menuturkan; ‘Imam an-Nasa`i adalah tergolong dari kalangan imam kaum muslimin.’ Sekali waktu dia menuturkan; Imam an-Nasa`i adalah imam dalam bidang hadits dengan tidak ada pertentangan.’

Abu Bakr Al Haddad Asy Syafi’I menuturkan; ‘aku ridla dia sebagai hujjah antara aku dengan Allah Ta’ala.’

Manshur bin Isma’il dan At Thahawi menuturkan; ‘Imam an-Nasa`i adalah salah seorang imam kaum muslimin.’

Abu Sa’id bin yunus menuturkan; ‘ Imam an-Nasa`i adalah seorang imam dalam bidang hadits, tsiqah, tsabat dan hafizh.’

Al Qasim Al Muththarriz menuturkan; ‘Imam an-Nasa`i adalah seorang imam, atau berhak mendapat gelar imam.’

Ad Daruquthni menuturkan; ‘Abu Abdirrahman lebih di dahulukan dari semua orang yang di sebutkan dalam disiplin ilmu ini pada masanya.’

Al Khalili menuturkan; ‘Imam an-Nasa`i adalah seorang hafizh yang kapabel, di ridlai oleh para hafidzh, para ulama sepakat atas kekuatan hafalannya, ketekunannya, dan perkataannya bisa dijadikan sebagai sandaran dalam masalah jarhu wa ta’dil.’
Ibnu Nuqthah menuturkan; ‘Imam an-Nasa`i adalah seorang imam dalam disiplin ilmu ini.’
Al Mizzi menuturkan; ‘Imam an-Nasa`i adalah seorang imam yang menonjol, dari kalangan para hafizh, dan para tokoh yang terkenal.’

Hasil karya Imam an-Nasa`i

Imam Nasa`i mempunyai beberapa hasil karya, di antaranya adalah;
- As Sunan Ash Shughra
- As Sunan Al Kubra
- Al Kuna
- Khasha`isu ‘Ali
- ‘Amalu Al Yaum wa Al Lailah
- At Tafsir
- Adl Dlu’afa wa al Matrukin
- Tasmiyatu Fuqaha`i Al Amshar
- Tasmiyatu man lam yarwi ‘anhu ghaira rajulin wahid
- Dzikru man haddatsa ‘anhu Ibnu Abi Arubah
- Musnad ‘Ali bin Abi Thalib
- Musnad Hadits Malik
- Asma`u ar ruwah wa at tamyiz bainahum
- Al Ikhwah
- Al Ighrab
- Musnad Manshur bin Zadzan
- Al Jarhu wa ta’dil

Wafatnya Imam an-Nasa’i

Setahun menjelang wafatnya, Imam an-Nasa`i pindah dari Mesir ke Damsyik. Dan tampaknya tidak ada konsensus ulama tentang tempat meninggal Imam an-Nasa`i. Al-Daruqutni mengatakan, Imam an-Nasa`i di Makkah dan dikebumikan di antara Shafa dan Marwah. Pendapat yang senada dikemukakan oleh Abdullah bin Mandah dari Hamzah al-’Uqbi al-Mishri.

Sementara ulama yang lain, seperti Imam al-Dzahabi, menolak pendapat tersebut. Ia mengatakan, Imam al-Nasa’i meninggal di Ramlah, suatu daerah di Palestina. Pendapat ini didukung oleh Ibn Yunus, Abu Ja’far al-Thahawi (murid al-Nasa’i) dan Abu Bakar al-Naqatah.
Menurut pandangan terakhir ini, Imam al-Nasa’i meninggal pada tahun 303 H dan dikebumikan di Bait al-Maqdis, Palestina. Semoga jerih payahnya dalam mengemban wasiat Rasullullah SAW guna menyebarluaskan hadis mendapatkan balasan yang setimpal di sisi Allah. Amiiin.

Sumber :http://bukuensiklopediahadits.blogspot.com
Flag Counter
Ali Ibnu Hamidhan. Diberdayakan oleh Blogger.

Comments