Ibnu Haitham/Al Hazen (965-1039 M)


Diamini secara bersama bahwa peran optik sangat banyak memberikan manfaat dalam kehidupan kita,bahkan bisa dibilang optik sendiri telah menyatu dalam kehidupan dewasa ini dan penggunaannya menjadi amat vital untuk sebagian orang. Kemudian apa saja produk dari optik ini? ada banyak produk hasil dari keilmuan cabang fisika yang satu ini diantaranya adalah : Lup, mikroskop, kamera, teleskop, kaca mata, proyektor, periskop, dan masih banyak lagi. 

Begitu banyak manfaat dari optik membuat kita tentu ingin mengetahui siapa sebenarnya penemu pertama dari mutiara ilmu ini, Bila kita membaca literatur dari barat tentu ada banyak pihak yang mengklaim sebagai penemunya, dari semua itu  siapa sebenarnya penemu awal dari bidang keilmuan optik ini, tidak lain dia adalah Abu Ali Muhammad al-Hassan ibnu al-Haitham (Bahasa Arab:ابو علی، حسن بن حسن بن الهيثم) atau Ibnu Haitham (Basra,965 - Kairo 1039), dibarat lebih dikenal dengan nama Alhazen. 
 

Ibnu Haitham adalah seorang ilmuwan Islam yang ahli dalam bidang sains, falak, matematika, geometri, pengobatan, dan filsafat. Ia banyak pula melakukan penelitian mengenai cahaya, dan telah memberikan banyak inspirasi pada ahli sains barat, seperti Roger Bacon, dan Kepler dalam menciptakan mikroskop serta teleskop.

Ibnu Haitham memulai pendidikan awalnya di Basrah sebelum diangkat menjadi pegawai pemerintah ditempat kelahirannya. Setelah beberapa lama bekerja dipemerintahan, Haytham perki ke Ahwaz dan Mesir diperjalanan ke Ahwaz, Haytham menghasilkan beberapa karya tulis yang luarbiasa.

Kecintaan Ibnu Haitham kepada ilmu pengetahuan, telah membawanya berhijrah ke Mesir. Selama di Mesir Haytham melakukan beberapa penyelidikan mengenai aliran Sungai Nil serta menyalin buku-buku mengenai matematika dan falak. Tujuannya adalah untuk mendapatkan uang cadangan dalam menempuh perjalanan menuju Universitas Al-Azhar.

Haytham telah menjadi seo­rang yang mahir dalam bidang sains, falak, mate­matika, geometri, pengobatan, dan falsafah. Tulisannya mengenai cara kerja mata manusia, telah menjadi salah satu rujukan yang penting dalam bidang kajian sains di Barat. Teorinya mengenai pengobatan mata masih digunakan hingga saat ini diberbagai Universitas di seluruh dunia.

Karya dan penelitian

Sains
Ibnu Haitham merupakan ilmuwan yang gemar melakukan penyelidikan. Penyelidikannya mengenai cahaya telah memberikan ilham kepada ahli sains barat seperti Boger, Bacon, dan Kepler mencipta mikroskop serta teleskop. Ibnu Haitham merupakan orang pertama yang menulis dan menemukan berbagai data penting mengenai cahaya.

Beberapa buah buku mengenai cahaya yang ditulisnya telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, antara lain Light dan On Twilight Phenomena. Kajiannya banyak membahas mengenai senja dan lingkaran cahaya di sekitar bulan dan matahari serta bayang-bayang dan gerhana.

Menurut Ibnu Haitham, cahaya fajar bermula apabila mata­hari berada di garis 19 derajat di ufuk timur. Warna merah pada senja pula akan hilang apabila mata­hari berada di garis 19 derajat ufuk barat. Dalam kajiannya, beliau juga telah berhasil menghasilkan kedudukan cahaya seperti bias cahaya dan pembalikan cahaya.

Ibnu Haitham juga turut melakukan percobaan terhadap kaca yang dibakar, dan dari situ ditemukanlah teori lensa pembesar. Teori itu telah digunakan oleh para ilmuwan di Itali untuk menghasilkan kaca pembesar yang pertama di dunia.

Yang lebih menakjubkan ialah Ibnu Haitham telah menemui prinsip isi padu udara sebelum seorang ilmuwan yang bernama Trricella yang mengetahui perkara itu 500 tahun kemudian. Ibnu Haitham juga telah menemukan kewujudan tarikan gravitasi sebelum Issaac Newton mengetahuinya. Selain itu, teori Ibnu Hai­tham mengenai jiwa manusia sebagai satu rentetan perasaan yang bersambung-sambung secara teratur telah memberikan ilham kepada ilmuwan barat untuk menghasilkan wayang gambar. Teori beliau telah membawa kepada penemuan film yang kemudiannya disambung-sambung dan dimainkan kepada para penonton sebagaimana yang dapat kita lihat pada masa kini.

Filsafat
Selain sains, Ibnu Haitham juga banyak menulis mengenai falsafah, logik, metafizik, dan persoalan yang berkaitan dengan keagamaan. Ia turut menulis ulasan dan ringkasan terhadap karya-karya sarjana terdahulu.

Penulisan falsafahnya banyak tertumpu kepada aspek kebenaran dalam masalah yang menjadi pertikaian. Padanya pertikaian dan pertelingkahan mengenai sesuatu perkara berpuncak daripada pendekatan yang digunakan dalam mengenalinya.

Beliau juga berpendapat bahawa kebenaran hanyalah satu. Oleh sebab itu semua dakwaan kebenaran wajar diragui dalam menilai semua pandangan yang sedia ada. Jadi, pandangannya mengenai falsafah amat menarik untuk disoroti.

Bagi Ibnu Haitham, falsafah tidak boleh dipisahkan daripada matematik, sains, dan ketuhanan. Ketiga-tiga bidang dan cabang ilmu ini harus dikuasai dan untuk menguasainya seseorang itu perlu menggunakan waktu mudanya dengan sepenuhnya. Apabila umur semakin meningkat, kekuatan fizikal dan mental akan turut mengalami kemerosotan.

Karya
Ibnu Haitham membuktikan pandangannya apabila beliau begitu ghairah mencari dan mendalami ilmu pengetahuan pada usia mudanya. Sehingga kini beliau berhasil menulis banyak buku dan makalah.

Di antara buku hasil karyanya:
-Al'Jami' fi Usul al'Hisab yang mengandungi teori-teori ilmu metametik dan metametik penganalisaannya.
-Kitab al-Tahlil wa al'Tarkib mengenai ilmu geometri.
-Kitab Tahlil ai'masa il al 'Adadiyah tentang algebra.
-Maqalah fi Istikhraj Simat al'Qiblah yang mengupas tentang arah kiblat bagi segenap rantau.
-M.aqalah fima Tad'u llaih mengenai penggunaan geometri dalam urusan hukum syarak dan
Risalah fi Sina'at al-Syi'r mengenai teknik penulisan puisi.

Sumbangan Ibnu Haitham kepada ilmu sains dan filsafat amat banyak. Kerana itulah Ibnu Haitham dikenali sebagai seorang yang miskin dari segi material tetapi kaya dengan ilmu pengetahuan. Beberapa pandangan dan pendapatnya masih relevan hingga saat ini.

Walau bagaimanapun sebahagian karyanya lagi telah "dicuri" oleh ilmuwan Barat tanpa memberikan penghargaan yang patut kepada beliau. Tapi sesungguhnya, barat patut berterima kasih kepada Ibnu Haitham dan para sarjana Islam karena tanpa mereka kemungkinan dunia Eropa masih diselubungi kegelapan.

Kajian Ibnu Haitham telah menyediakan landasan kepada perkembangan ilmu sains dan pada masa yang sama tulisannya mengenai falsafah telah membuktikan keaslian pemikiran sarjana Islam dalam bidang ilmu tersebut yang tidak lagi terbelenggu oleh pemikiran filsafat Yunani.


Sumber: id.wikipedia.org

Al Sijzi (945-1020 M)


Al-Sijzi yang nama lengkapnya Abu Said Ahmad bin Muhammad bin Abd al-Jalil al-Sijzi, juga dikenal sebagai Al Sinjari atau Al Sizaji, merupakan seorang ilmuwan yang ahli di bidang astronomi dan matematika. Dia dilahirkan pada tahun 945 di Sijistan, Persia. Dia merupakan ilmuwan yang dikenal dekat dengan Al Biruni yang juga ahli astronomi dan matematika. Salah satu bukti bahwa Al-Sijzi berhubungan dekat dengan Al-Biruni adalah adanya surat yang dikirimkan oleh Al-Biruni kepada Al-Sijzi. Surat tersebut berisi bukti-bukti dari pesawat dan bola versi teorema sinus.

http://www.mathyards.com/knill/images/sijzi.jpg
Dia mendedikasikan karya-karyanya baik karya astronomi maupun matematika untuk Pangeran Balkh di yang berkuasa di kota Khorasan. Karyanya yang lain dia persembahkan kepada Adud ad-Dawlah, seorang penguasa seluruh selatan Iran dan sebagian besar Irak yang hidup antara tahun 949 hingga tahun 983 masehi. Adud ad-Dawlah kemungkinan besar merupakan pelindung Al-Sijzi, mengingat dia merupakan seorang pemimpin yang terkenal mencintai seni dan ilmu pengetahuan. Pada era kekalifahan sudah menjadi hal yang sangat umum dan lumrah jika para pelajar dan para ilmuwan memiliki pelindung dari dinasti yang sedang berkuasa. Dengan adanya para pelindung tersebut maka baik ilmuwan maupun pelajar bisa mengerjakan penelitian serta eksperimen mereka dengan tenang sehingga mereka bisa mendapatkan penemuan-penemuan yang menakjubkan yang penting bagi masyarakat maupun bagi pemerintah.

Sijzi yang bekerja di Syiraz melakukan pengamatan astronomi selama tahun 969 hingga 970. Pengamatan astronomi Al Sijzi membuahkan teori Heliosentris yang menggemparkan dunia pada masa itu. Pemikiran Al Sijzi mengenai sistem heliosentris dapat dilihat dari karya-karya Al Biruni yang sering bertukar pikiran dengannya. Dalam karya Al Biruni yang berjudul Isti'ab Al-Wujuh Al-Mumkina fi San'at Al-Usturlab yang berisi tentang astronomi dan astrolabe, Al Biruni mengatakan, dia telah melihat astrolabe yang ditemukan Abu Sa'id Al Sijzi. Astrolabe ini hanyalah satu-satunya dari barang sejenis. Astrolabe tersebut tidak tersusun dari bagian utara dan bagian selatan. Dia sangat menyukai astrolabe tersebut karena benda tersebut memiliki beberapa efek sehingga pergerakan disaksikan disebabkan oleh bumi, bukan langit.

Sementara itu, seorang ilmuwan ahli astronomi lain yang bernama Abu Al Hasan Al Marakushi dalam bukunya yang berjudul Jami Al Mabadi wa Al Ghayat (Pemersatu prinsip-prinsip dan akibat-akibat) menyatakan, astrolabe Al Sijzi dibuat berdasarkan pergerakan bumi mengelilingi matahari berdasarkan teori Heliosentris yang menyatakan bahwa bumi berbentuk bulat serta berputar mengelilingi sumbunya, beserta planet lainnya beredar mengelilingi matahari. Hal tersebut membuktikan bahwa Al Sijzi merupakan penemu teori Heliosentris yang masih diragukan kebenarannya oleh banyak orang pada masa itu, termasuk umat Muslim pada masa itu sendiri. 

Menurut catatan sejarah yang dikutip dalam buku berjudul Para Tokoh Sejarah Klasik, pada saat Al Sijzi menyatakan gagasannya tentang teori Heliosentris, dia banyak mendapatkan kritikan dari para ilmuwan Muslim lainnya termasuk Ibn Sina yang sangat termasyhur dalam bidang kedokteran dan Fakhr al-Din al-Razi, seorang ilmuwan Persia yang ahli dalam bidang kedokteran, fisika, astrologi, hukum dan sejarah.
Bahkan Al Biruni sendiri yang sering bertukar ide dan pikiran baik dalam bidang astronomi maupun matematika dengan Al Sijzi, sebenarnya ragu dengan teori Heliosentris Al Sijzi. Meskipun dia merupakan ilmuwan yang kelihatannya menerima teori yang dikemukakan oleh teman baiknya tersebut.

Al Biruni menyebut matahari dan sistem geosentrik dalam karyanya yang berjudul Kitab Al Hind dan Al Qanun Al mas'udi yang berisi tentang astronomi. Dalam karyanya tersebut, dia menyatakan, sebenarnya pergerakan bumi tidak merusak nilai astronomi karena semua penampilan suatu karakter astronomi dapat dijelaskan manurut teori Heliosentris sebagaimana juga bagi yang lain. Tetapi terdapat alasan-alasan lain yang menjadikannya mustahil. Masalah tersebut sungguh sulit dipecahkan. Para astronom kuno maupun modern yang paling hebat sekalipun sudah mempelajari masalah pergerakan bumi dan mencoba membantahnya. Al Biruni juga menulis buku berjudul Miftah Ilm Al Hay'ah (Kunci Ilmu Astronomi) yang berisi masalah tersebut.

Meskipun Al Biruni sudah berusaha keras untuk menerima gagasan Al Sijzi tentang teori Heliosentris, pada akhirnya dia tidak bisa mengingkari kata hatinya. Menjelang akhir hayatnya, Al Biruni akhirnya menegaskan bahwa dia mendukung teori geosentrik yang ternyata justru tidak benar pada masa modern ini.
Saat bekerja di Shiraz, Al Sijzi tidak hanya menghabiskan waktu untuk memperdalam ilmu astronomi saja. 

Di sana, dia banyak menuliskan karya-karya matematika. Selain menuliskan karya-karya aslinya sendiri, dia juga menyalin karya ilmuwan matematika yang lain, Tsabit bin Qurra yang karyanya berupa risalah segi empat lengkap. Dia juga memberikan sumbangan bagi perkembangan ilmu matematika dengan melakukan studi khusus tentang persimpangan bagian-bagian kerucut dan lingkaran-lingkaran. Dia juga mengganti teori persimpangan gerak sebuah sudut dengan menggunakan pemecahan geometri. Dia menulis risalah pemecahan masalah geometri. Di antara masalah-masalah yang dibahas dalam bukunya tersebut adalah lingkaran dan segitiga.

Dalam sebuah risalahnya tentang bola, dia menuliskan tentang pengukuran bola. Selain itu dalam risalahnya itu terdapat 12 teorema yang isinya menginvestigasi sebuah bola besar yang berisi satu hingga tiga bola kecil. Karyanya ini mengungkapkan ide Al Sijzi tentang empat dimensi bola yang dibuat pada tahun 969 masehi ketika dia masih sangat muda.

Galileo, Pendukung Teori Heliosentris yang Dihukum

 
Kalau saja seluruh manusia, termasuk umat Muslim di seluruh muka bumi ini percaya bahwa bumilah yang mengelilingi matahari, pasti Galileo yang nama lengkapnya Galileo Galilei , seorang ilmuwan ahli astronomi dan fisika dari Italia tidak akan dijatuhi hukuman berat oleh gereja yang sedang berkuasa pada masa itu. Sebab Galileo yang lahir pada tahun 1564 merupakan penerus teori Heliosentris yang ditemukan oleh Al Sijzi sebelumnya. Sama dengan sikap Al Sijzi, Galileo bersikukuh bahwa bumi yang mengelilingi matahari, bukan matahari yang mengelilingi bumi.
Akibat dukungannya terhadap teori Heliosentris, Galileo dianggap merusak iman dan diajukan ke pengadilan gereja Italia pada tanggal 22 Juni 1633. Pemikirannya tentang matahari sebagai pusat tata surya bertentangan dengan ajaran Aristoteles maupun keyakinan gereja bahwa bumi merupakan pusat alam semesta. Pada masa itu, Aristoteles merupakan ilmuwan yang sangat dipuja di negara barat. Sehingga apapun perkataannya seolah-olah merupakan kebenaran. Padahal teori geosentris Aristoteles tersebut salah. Orang-orang pada masa itu mengira bahwa bumi itu diam dan mataharilah yang bergerak mengelilingi bumi sebab seolah-olah memang matahari itu yang bergerak karena jika diliat dengan mata biasa matahari berpindah-pindah saat pergantian waktu dari pagi, siang, dan malam.
Karena Galileo keras kepala dan tetap yakin dengan teori Heliosentris, pengadilan gereja menghukumnya dengan pengucilan sebagai tahanan rumah hingga dia menghembuskan nafas terakhirnya. Namun, setelah meninggalnya Galileo, berbagai macam penelitian tentang astronomi dari tahun ke tahun semakin menunjukkan kebenaran teori Heliosentris yang ditemukan oleh Al Sijzi dan didukung oleh Galileo. Akhirnya dunia pun mengakui kebenaran teori Heliosentris dan membuktikan bahwa teori Geosentris ternyata salah.
Menurut wikipedia.org, baru pada tahun 1992 Paus Yohanes Paulus II menyatakan secara resmi bahwa keputusan penghukuman kepada Gelileo merupakan sebuah kesalahan. Lalu dalam pidato 21 Desember 2008, Paus Benediktus XVI menyatakan bahwa Gereja Katolik Roma merehabilitasi namanya dan mengakuinya sebagai ilmuwan.
Galileo, selain memiliki konstribusi besar terhadap penyebaran teori Heliosentris juga penyempurnaan teleskop serta berbagai macam alat observasi astronomi. Dia juga orang pertama yang memakainya untuk mengamati langit. Pada Awalnya, Dia membuat teleskop hanya berdasarkan deskripsi tentang teleskop yang dibuat di Belanda, lalu dia membuat sebuah teleskop dengan perbesaran 3x dan kemudian membuat model-model baru yang bisa mencapai 32x. Pada tanggal 25 Agustus 1609, dia mendemonstrasikan teleskop buatannya. Setelah itu, banyak pedagang yang memanfaatkan teleskopnya untuk keperluan pelayaran. 

dikutip dari:

Abu Al Zahrawi/Albucasis (936-1013 M)


Meneliti: medis, kedokteran, ahli tulang, ahli bedah.


Sang Penemu Gips Era Islam. Abu Al Zahrawi merupakan seorang dokter, ahli bedah, maupun ilmuan yang berasal dari Andalusia.

Dia merupakan penemu asli dari teknik pengobatan patah tulang dengan menggunakan gips sebagaimana yang dilakukan pada era modern ini. Sebagai seorang dokter era kekalifahan, dia sangat berjasa dalam mewariskan ilmu kedokteran yang penting bagi era modern ini.

Al Zahrawi lahir pada tahun 936 di kota Al Zahra yaitu sebuah kota yang terletak di dekat Kordoba di Andalusia yang sekarang dikenal dengan negara modern Spanyol di Eropa.

Kota Al Zahra sendiri dibangun pada tahun 936 Masehi oleh Khalifah Abd Al rahman Al Nasir III yang berkuasa antara tahun 912 hingga 961 Masehi. Ayah Al Zahrawi merupakan seorang penguasa kedelapan dari Bani Umayyah di Andalusia yang bernama Abbas.

Menurut catatan sejarah keluarga ayah Al Zahrawi aslinya dari Madinah yang pindah ke Andalusia. Al Zahrawi selain termasyhur sebagai dokter yang hebat juga termasyhur karena sebagai seorang Muslim yang taat.

Dalam buku Historigrafi Islam Kontemporer, seorang penulis dari perpustakaan Viliyuddin Istanbul Turki menyatakan Al Zahrawi hidup bagaikan seorang sufi.

Kebanyakan dia melakukan pengobatan kepada para pasiennya secara cuma-cuma. Dia sering kali tidak meminta bayaran kepada para pasiennya. Sebab dia menganggap melakukan pengobatan kepada para pasiennya merupakan bagian dari amal atau sedekah. Dia merupakan orang yang begitu pemurah serta baik budi pekertinya.

Selain membuka praktek pribadi, Al Zahrawi juga bekerja sebagai dokter pribadi Khalifah Al Hakam II yang memerintah Kordoba di Andalusia yang merupakan putra dari Kalifah Abdurrahman III (An-Nasir). Khalifah Al Hakam II sendiri berkuasa dari tahun 961 sampai tahun 976.

Dia melakukan perjanjian damai dengan kerajaan Kristen di Iberia utara dan menggunakan kondisi yang stabil untuk mengembangkan agrikultur melalui pembangunan irigasi. Selain itu dia juga meningkatkan perkembangan ekonomi dengan memperluas jalan dan pembangunan pasar. Kehebatan Al Zahrawi sebagai seorang dokter tak dapat diragukan lagi.

Salah satu sumbangan pemikiran Al Zahrawi yang begitu besar bagi kemajuan perkembangan ilmu kedokteran modern adalah penggunaan gips bagi penderita patah tulang maupun geser tulang agar tulang yang patah bisa tersambung kembali. Sedangkan tulang yang geser, bisa kembali ke tempatnya semula. Tulang yang patah tersebut digips atau dibalut semacam semen.

Dalam sebuah risalahnya, dia menuliskan, jika terdapat tulang yang bergeser maka tulang tersebut harus ditarik supaya kembali tempatnya semula. Sedangkan untuk kasus masalah tulang yang lebih gawat, seperti patah maka harus digips. Untuk menarik tulang lengan yang bergeser, Al Zahrawi menganjurkan seorang dokter meminta bantuan dari dua orang asisten. Kedua asisten tersebut bertugas memegangi pasien dari tarikan.

Kemudian lengan harus diputar ke segala arah setelah lengan yang koyak dibalut dengan balutan kain panjang atau pembalut yang lebih besar. Sebelum dokter memutar tulang sendi sang pasian, dokter tersebut harus mengoleskan salep berminyak ke tangannya. Hal ini juga harus dilakukan oleh para asisten yang ikut membantunya dalam proses penarikan.

Setelah itu dokter menggerakan tulang sendi pasien dan mendorong tulang tersebut hingga tulang tersebut kembali ke tempatnya semula. Setelah tulang lengan yang bergeser tersebut kembali ke tempat semula, dokter harus melekatkan gips pada bagian tubuh yang tulangnya tadi sudah dikembalikan. Gips tersebut mengandung obat penahan darah dan memiliki kemampuan menyerap.

Kemudian gips tersebut diolesi dengan putih telur dan dibalut dengan perban secara ketat. Setelah itu, dengan menggunakan perban yang diikatkan ke lengan, lengan pasien digantungkan ke leher selama beberapa hari. Sebab jika lengan tidak digantungkan, maka lengan terasa sakit karena masih lemah kondisinya.

Sesudah kondisi lengan semakin kuat dan membaik, maka gantungan lengan ke leher dilepaskan. Jika tulang yang bergeser itu sudah benar-benar kembali dalam posisi semula dengan baik dan sudah tidak terasa begitu sakit lagi, maka buka semua balutan termasuk gips yang membalut tangan pasien.
Tetapi jika tulang yang bergeser tersebut belum sepenuhnya pulih atau kembali ke tempat semula secara tepat, maka perban maupun gips yang membalut lengan pasien harus dibuka. Lalu lengan pasien dibalut lagi dengan gips dan perban yang baru setelah itu dibiarkan selama beberapa hari hingga lengan pasien benar-benar sembuh total.

Salah satu karya fenomenal Al Zahrawi merupakan Kitab Al-Tasrif. Kitab tersebut berisi penyiapan aneka obat-obatan yang diperlukan untuk penyembuhan setelah dilakukannya proses operasi. Dalam penyiapan obat-obatan itu, dia mengenalkan tehnik sublimasi.
Kitab Al Tasrif sendiri begitu populer dan telah diterjemahkan ke dalam beberapa bahasa oleh para penulis. Terjemahan Kitab Al Tasrif pernah diterbitkan pada tahun 1519 dengan judul Liber Theoricae nec non Practicae Alsaharavii.

Salah satu risalah buku tersebut juga diterjemahkan dalam bahasa Ibrani dan Latin oleh Simone di Genova dan Abraham Indaeus pada abad ke-13. Salinan Kitab Al Tasrif juga juga diterbitkan di Venice pada tahun 1471 dengan judul Liber Servitoris. Risalah lain dalam Kitab Al Tasrif juga diterjemahkan dalam bahasa Latin oleh Gerardo van Cremona di Toledo pada abad ke-12 dengan judul Liber Alsaharavi di Cirurgia.

Dengan demikian kitab karya Al Zahrawi semakin termasyhur di seluruh Eropa. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya karya Al Zahrawi tersebut bagi dunia. Kitabnya yang mengandung sejumlah diagram dan ilustrasi alat bedah yang digunakan Al Zahrawi ini menjadi buku wajib mahasiswa kedokteran di berbagai kampus-kampus.

Al Zahrawi menjadi pakar kedokteran yang termasyhur pada zamannya. Bahkan hingga lima abad setelah dia meninggal, bukunya tetap menjadi buku wajib bagi para dokter di berbagai belahan dunia. Prinsip-prinsip ilmu pengetahuan kedokterannya masuk dalam kurikulum jurusan kedokteran di seluruh Eropa.
Flag Counter
Ali Ibnu Hamidhan. Diberdayakan oleh Blogger.

Comments