Tulisan dari:
Muchlisin BK dan Fahd Ahmad Arifan dan Hizbuttahrir Indonesia
Sulaiman Al Qanuni lahir di kota Trabzun pada tahun 1494 Masehi. Ayahnya yang tak lain adalah gubernur di wilayah tersebut sangat sayang dan peduli terhadapnya. Pada usia 7 tahun, ia dididik dengan ilmu sastra, sains, sejarah, teologi dan taktik perang. Pendidikan yang baik dan terpadu sejak kecil itu membuat Sulaiman tumbuh dalam suasana keilmuan, menyukai sastra dan dekat dengan para ulama. Ia dikenal tenang dan mampu melahirkan keputusan-keputusan matang.
Menjadi Sultan dan Tantangan Awal Pemerintahan
Sulaiman Al Qonuni diangkat menjadi
Sultan Daulah Utsmaniyah pada usia 26 tahun. Ia menjadi khalifah
kesepuluh dalam Khilafah Ustmaniyah setelah Utsman, Orkhan, Murad I,
Bayazid I, Muhammad I, Murad II, Muhammad Al Fatih, Bayazid II, dan
Salim I. Meski masih muda, Sulaiman dikenal bijak dan tegas dalam
mengambil keputusan. Keputusan yang telah diambilnya, pantang ditarik
kembali.
Di masa awal pemerintahannya, Daulah Utsmaniyah diuji dengan empat pemberontakan sekaligus. Gubernur-gubernur yang ambisius mengira Sulaiman adalah pemimpin yang lemah. Mereka mengira saat itu adalah saat yang tepat untuk melepaskan diri dari Kekhilafahan Turki Utsmani. Tapi mereka keliru.
Pemberontakan pertama dilakukan Gubernur Syam Jan Bardi Al Ghazali. Ia menyatakan membangkang pada pemerintah Sultan dan berusaha menguasai Aleppo. Sulaiman Al Qanuni segera memerintahkan pasukan untuk membungkam gerakan separatis tersebut. Jan Bardi dapat ditumpas.
Pemberontakan kedua dilakukan oleh Gubernur Mesir Ahmad Syah pada tahun 1524 M. Tamak kekuasaan membuatnya berambisi memegang tampuk kekuasaan. Ia yang dulunya minta bantuan Sulaiman untuk dijadikan Gubernur Mesir malah berkhianat dengan menghimpun dukungan warga Mesir dan menyatakan diri sebagai penguasa independen. Namun pengkhianatannya tak bertahan lama. Sultan berhasil menghanguskannya.
Pemberontakan ketiga datang dari kaum
Syiah di bawah pimpinan Baba Dzunnun pada tahun 1526 M. Baba
mengumpulkan sekitar empat ribu pemberontak dan mewajibkan pajak di
wilayah Yugazhad. Semakin lama posisi Baba semakin kuat, jumlah
pasukannya pun meningkat. Pemberontakan itu berakhir dengan terbunuhnya
Baba, setelah jatuh korban beberapa komandan Daulah Ustmaniyah.
Pemberontakan terbesar juga datang dari kaum syiah Rafidhah di wilayah Qawniyah dan Mar’asy yang dipimpin oleh Qalandar Jalabi. Ini merupakan pemberontakan terkuat karena pengikutnya mencapai 30.000 orang Syiah. Bahram Pasya yang diutus Sultan untuk mengakhiri pemberontakan ini dibunuh mereka. Pemberontakan baru bisa digulung ketika Sultan mengutus Ibrahim Pasya yang memiliki kemampuan persuasif yang luar biasa. Ia berhasil membujuk orang-orang Qalandar berbalik arah. Akhirnya Qalandar Jalabi terbunuh dan pemberontakan pun lumpuh.
Masa Ekspansi
Ditumpasnya empat pemberontakan tersebut
menandai masa stabil Daulah Utsmaniyah. Selanjutnya, Sultan Sulaiman Al
Qanuni pun melakukan langkah ekspansi untuk memperluas dakwah.
Rhodesia saat itu merupakan wilayah
sengketa yang dikuasai pasukan Kardinal Johannes. Mereka menghalangi
jamaah haji dari arah Turki juga melakukan kejahatan di jalur
transportasi laut. Sultan Sulaiman Al Qanuni pun mengambil langkah jihad
membebaskan Rhodesia. Peperangan hebat terjadi, dan Rhodesia berhasil
ditaklukkan ke wilayah Turki Utsmani pada pertengahan tahun 1522 M.
Hampir bersamaan dengan itu, Sultan
Sulaiman Al Qanuni juga mengirim pasukan dalam jumlah besar ke Hungaria.
Pasalnya, Raja Philadislave II berupaya merusak seluruh perjanjian
dengan Daulah Utsmaniyah dan membunuh utusan Sultan. Hungaria pun dapat
ditaklukkan pada tahun 1526 M.
Wilayah Daulah Utsmaniyah terus meluas
pada masa Sulaiman Al Qanuni. Selain itu, Al Qanuni juga berhasil
membangun aliansi dengan Perancis yang dinilai pakar sejarah sebagai
salah satu kebijakan politik luar negeri yang monumental.
Keagungan Khilafah di Tangan Sulaiman Al-Qanuni
Semenanjung Krimea telah menjadi wilayah Khilafah ‘Utsmaniyyah tahun 939 H. Sebelumnya, wilayah ini dikuasai Tatar. Setelah terjadi konflik di antara para penguasanya, Khilafah ‘Utsmaniyyah akhirnya melibatkan diri, membantu wilayah tersebut, tetapi konflik di antara mereka belum reda, akhirnya wilayah ini pun diintegrasikan dengan wilayah Khilafah, dan masalahnya berhasil diselesaikan pada tahun 939 H.
Khalifah Sulaiman al-Qanuni juga pernah mengirimkan utusan khusus kepada Raja Austria untuk memintanya membayar jizyah. Namun, Raja justru membunuh utusan Khalifah. Ketika berita tersebut sampai ke kepada Khalifah, dia mengumpulkan pasukannya, dan memimpin pasukan tersebut untuk menyerang Austria. Dia memasuki kota Belgrad, setelah melakukan pengepungan singkat. Kota ini pun akhirnya ditinggalkan oleh tentara Austria.
Pada tahun 931 H, dia mengutus ibukota Aflak. Amirnya dibawa ke Istambul, ibukota Khilafah ‘Utsmaniyyah. Karena wilayah ini sebelumnya mengakui kekuasaan Khilafah ‘Utsmaniyyah, dan bersedia membayar jizyah kepada Khilafah. Namun, beberapa pihak telah berhasil melawannya dengan bantuan Amir Transilvania, kemudian mereka mengangkat Amir baru. Khalifah pun setuju, dengan tambahan jizyah.
Raja Perancis pernah meminta bantuan Khalifah Sulaiman al-Qanuni untuk melawan Raja Austria. Raja Prancis mengirimkan utusannya untuk menemui Khalifah ‘Ustmaniyyah dalam kaitannya dengan urusan ini. Khalifah pun menjanjikan bantuan kepadanya. Memang, Khalifah pun memimpin 100 ribu personel tentara tahun 932 H, ditambah 800 kapal perang yang bertolak ke sungai Danub. Khalifah telah menjadikannya sebagai pangkalan militer di Kota Belgrad.
Raja Luis telah berhasil dibunuh, dan masuk ibukota Buda, 3 Dzilhijjah 932 H. Amir Transilvania, John Zabula, diangkat sebagai penguasa Austria. Khalifah pun setelahnya kembali ke Istambul. Hanya saja, setelah Khalifah kembali ke Istambul, tahun 933 H, Raja Ferdinand, saudara Raja Austria, Charlkan, mengklaim Austria, lalu menyerang ibukota Buda. John Zabula pun kalah. Maka, tahun 935 H, Khalifah berangkat ke sana, mengepung Buda. Raja Ferdinand pun melarikan diri menuju ke Wina. Khalifah pun mengejarnya, dan mengepung kota tersebut.
Tanggal 20 Shafar 937 H, Khalifah pun menginstruksikan untuk menyerang Wina. Pada tahun 938 H, Raja Austria mengirimkan pasukan untuk membantu Buda, namun tidak sanggup melawan benteng ‘Utsmaniyyah. Pada tahun 939 H, Khalifah memutuskan untuk kembali. Pada saat yang sama, Raja Chalrkan telah menyiapkan armada tempurnya, sehingga berhasil merebut beberapa kepulauan Yunani, dan beberapa wilayah ‘Utsmaniyyah. Setelah itu, terjadilah Perjanjian antara Austria dengna Khalifah ‘Utsmaniyyah.
Keagungan Khilafah di Tangan Sulaiman Al-Qanuni
Semenanjung Krimea telah menjadi wilayah Khilafah ‘Utsmaniyyah tahun 939 H. Sebelumnya, wilayah ini dikuasai Tatar. Setelah terjadi konflik di antara para penguasanya, Khilafah ‘Utsmaniyyah akhirnya melibatkan diri, membantu wilayah tersebut, tetapi konflik di antara mereka belum reda, akhirnya wilayah ini pun diintegrasikan dengan wilayah Khilafah, dan masalahnya berhasil diselesaikan pada tahun 939 H.
Khalifah Sulaiman al-Qanuni juga pernah mengirimkan utusan khusus kepada Raja Austria untuk memintanya membayar jizyah. Namun, Raja justru membunuh utusan Khalifah. Ketika berita tersebut sampai ke kepada Khalifah, dia mengumpulkan pasukannya, dan memimpin pasukan tersebut untuk menyerang Austria. Dia memasuki kota Belgrad, setelah melakukan pengepungan singkat. Kota ini pun akhirnya ditinggalkan oleh tentara Austria.
Pada tahun 931 H, dia mengutus ibukota Aflak. Amirnya dibawa ke Istambul, ibukota Khilafah ‘Utsmaniyyah. Karena wilayah ini sebelumnya mengakui kekuasaan Khilafah ‘Utsmaniyyah, dan bersedia membayar jizyah kepada Khilafah. Namun, beberapa pihak telah berhasil melawannya dengan bantuan Amir Transilvania, kemudian mereka mengangkat Amir baru. Khalifah pun setuju, dengan tambahan jizyah.
Raja Perancis pernah meminta bantuan Khalifah Sulaiman al-Qanuni untuk melawan Raja Austria. Raja Prancis mengirimkan utusannya untuk menemui Khalifah ‘Ustmaniyyah dalam kaitannya dengan urusan ini. Khalifah pun menjanjikan bantuan kepadanya. Memang, Khalifah pun memimpin 100 ribu personel tentara tahun 932 H, ditambah 800 kapal perang yang bertolak ke sungai Danub. Khalifah telah menjadikannya sebagai pangkalan militer di Kota Belgrad.
Raja Luis telah berhasil dibunuh, dan masuk ibukota Buda, 3 Dzilhijjah 932 H. Amir Transilvania, John Zabula, diangkat sebagai penguasa Austria. Khalifah pun setelahnya kembali ke Istambul. Hanya saja, setelah Khalifah kembali ke Istambul, tahun 933 H, Raja Ferdinand, saudara Raja Austria, Charlkan, mengklaim Austria, lalu menyerang ibukota Buda. John Zabula pun kalah. Maka, tahun 935 H, Khalifah berangkat ke sana, mengepung Buda. Raja Ferdinand pun melarikan diri menuju ke Wina. Khalifah pun mengejarnya, dan mengepung kota tersebut.
Tanggal 20 Shafar 937 H, Khalifah pun menginstruksikan untuk menyerang Wina. Pada tahun 938 H, Raja Austria mengirimkan pasukan untuk membantu Buda, namun tidak sanggup melawan benteng ‘Utsmaniyyah. Pada tahun 939 H, Khalifah memutuskan untuk kembali. Pada saat yang sama, Raja Chalrkan telah menyiapkan armada tempurnya, sehingga berhasil merebut beberapa kepulauan Yunani, dan beberapa wilayah ‘Utsmaniyyah. Setelah itu, terjadilah Perjanjian antara Austria dengna Khalifah ‘Utsmaniyyah.
Undang-Undang Berbasis Syariat
Selain menebarkan dakwah ke wilayah yang
lebih luas, jasa terbesar Sultan Sulaiman adalah menyusun Undang-Undang
modern berbasis nilai-nilai Syariat dan mengimplementasikan
Undang-Undang itu secara teratur. Inilah yang membuatnya mendapat gelar
Al Qanuni.[Muchlisin BK]
“Dia seorang penguasa yang Saleh. Mewajibkan rakyatnya Sholat 5 waktu dan
berpuasa di Bulan Romadhon, jika ada yang melanggar tidak hanya dikenai
denda namun juga sangsi badan”. Sulaiman ini juga berhasil
menerjemahkan al-Quran ke dalam bahasa Turki (M. Abdul Karim, Sejarah
Pemikiran dan Peradaban Islam, hal 314).
Satu lagi, ketika di Eropa terjadi
pertentangan antara Katolik dan Protestan, non Muslim yang lari untuk
minta suaka politik kepada Khalifah Sulaiman. Mereka diberi kebebasan
dalam memilih agama dan diberi tempat di Turki Usmani. Jadi, disaat
Katolik Roma dan Protestan mendzalimi pemeluknya, maka Sulaimanlah yang
paling adil terhadap rakyatnya meskipun ada yang tidak beragama Islam.
Keberanian seorang Sulaiman al-Qanuni tak perlu diragukan lagi. Beliau
terlibat dalam perang-perang besar yang ia pimpin sendiri. Tidak mau
menyerahkan kepada panglima Perangnya. Hal itulah yang membuat segan
seluruh raja-raja Eropa ketika itu, sampai-sampai raja Perancis Frans I
pernah minta bala bantuan kepada Sulaiman (Hamka, Sejarah Umat Islam,
hal 559).
Sepanjang kepemimpinannya, Sulaiman al-Qanuni menguasai
Beograd, semenanjung Krym hingga ibukota Wina, Austria. Beliau juga
berhasil menaklukkan Hungaria dan sebagaian besar wilayah-wilayah Arab.
Di zaman Sulaimanlah disusunlah
Undang-Undang Turki Usmani. Oleh karena itu beliau di gelari
“al-Qanuni”.
Begitu juga armada angkatan Laut Turki, Sulaimanlah yang
membangunnya, dibawah pimpinan Laksmana Khairuddin Pasha, yang lebih
dikenal dengan Barbarosa (si Janggut Merah). Khairuddin dulunya seorang
bajak laut Yunani yang dibawa ayahnya datang mengabdi kepada Khalifah.
Keahliannya dibidang kelautan membuatnya dipercaya Khalifah sehingga
suatu hari mampu menaklukkan Afrika Utara (Hamka, hal 559-560).
Banyak peninggalan-peninggalan Sulaiman al-Qanuni yang dapat kita kenang. Tahun 1550 M, Sulaiman al-Qanuni mendirikan Masjid baru di Edirne yang dihiasi 4 menara yang tinggi. Masjid itu diberi nama “Masjid Sulaiman”. Selain masjid Sulaiman, didirikan pula 81 buah Masjid Jami’, 52 buah Masjid kecil, 55 buah Madrasah, 7 buah asrama besar untuk mempelajari al-Quran, 5 buah takiyah (tempat memberi makan fakir miskin), 2 bangunan Rumah sakit, 7 buah Jembatan, 33 buah Istana, 5 buah Museum dan 33 Pemandian umum (hammam). Semua ini diarsiteki oleh Mimar Sinan. Menurut Hamka, Sinan bukan hanya ahli desain bangunan, melainkan juga ahli “khat” yaitu tulisan yang indah-indah yang kerap menjadi hiasan masjid-masjid (Hamka, hal 560-601).
makes me miss the application of Sharia and the caliphate
BalasHapus