Oleh: DR. Ali Muhammad Ash Salabi
( http://sejarahutsmani.blogspot.com). Sultan Murad II berkuasa setelah
meninggalnya ayahnya, Muhammad Jalabi, pada tahun 1421 M (824H). Umurnya
saat itu tidak lebih dari delapan belas tahun. Dia demikian mencintai
jihad di jalan Allah dan berdakwah untuk menyiarkan Islam di benua
Eropa.
1 Dia dikenal dikalangan rakyat sebagai sosok yang memiliki sifat takwa, adil, dan kasih sayang.
2
Sultan Murad II mampu meredam semua gerakan separatis dalam negeri yang
dilakukan oleh pamannya sendiri yang bernama Mushtafa, yang didukung
musuh-musuh pemerintahan Utsmani. Kaisar Manuel II dari Byzantium ,
merupakan orang yang berada dibalik konspirasi dan hambatan yang dialami
Sultan Murad II. Dia lah yang membantu Mushtafa sehingga mampu
mengepung kota Gallipoli yang dia rampas dari tangan sultan dan dia
jadikan sebagai pusat pemberontakan. Namun, Sultan Murad II berhasil
menangkap pamannya dan dikirimkan ke tiang gantungan.
Kendati
demikian, tak menyurutkan langkah Kaisar Manuel II yang terus
melanjutkan rencananya dengan memberi perlindungan pada saudara kandung
Murad II. Bukan hanya itu, saudara kandung Murad II diberi kepercayaan
untuk memimpin pasukan yang menguasai kota Nicaea di Anatolia. Murad II
segera berangkat ke dua tempat tersebut, dan berhasil memaksa musuhnya
untuk menyerah dan setelah itu dibunuh.
Oleh karena tindakan
kaisar Byzantium yang terus merongrong stabilitas wilayah Utsmani,
Sultan Murad II dengan tekad bulat berusaha untuk memberikan pelajaran
langsung padanya. Untuk itu dia menyerbu Slonika dengan kekuatan besar
pada bulan Maret tahun 1431 M. Sejak itu, jadilah Slonika sebagai bagian
yang tak terpisahkan dari pemerintahan Utsmani.
Sultan Murad II
juga melakukan pukulan yang demikian hebat terhadap kaum pemberontak di
wilayah Balkan. Dia berusaha untuk menguatkan cengkeraman kekuasaan
pemerintahan Utsmani di wilayah itu. Tentara Utsmani kemudian beranjak
menuju wilayah utara, untuk menaklukkan wallachia dan mewajibkan padanya
untuk membaya upeti tahunan. Raja Serbia yang baru bernama Stephen
Lazarevitch, terpaksa harus tunduk pada pemerintahan Utsmani dan rela
dibawah pemerintahannya serta harus memperbaharui loyalitasnya kepada
sultan. Setelah itu, pasukan Utsmani bergerak ke arah selatan dimana
disana telah menanti bantuan yang menguatkan pemerintahan Utsmani di
negeri Yunani.
Sultan melanjutkan jihad dan dakwahnya dan terus membersihkan semua hambatan yang ada di Albania dan Hungaria.
Tentara
Utsmani mampu menaklukkan Albania pada tahun 1431 M. Mereka
mengonsentrasikan serangannya pada bagian selatan negeri itu. Sedangkan
di dua bagian utara Albania , tentara Utsmani harus mengalami peperangan
yang demikian getir. Dimana orang-orang yang berada di wilayah utara
Albania, mampu memukul mundur dua pasukan Utsmani di Pegunungan Albania.
Sebagaimana halnya tentara Utsmani juga mengalami kekalahan dalam dua
kali serangan beruntun yang dipimpin sultan sendiri. Tentara Utsmani
mengalami kerugian yang demikian besar, saat mereka menarik pasukannya
dari wilayah itu. Pada saat terjadi peperangan antara Turki Utsmani
dengan Albania, negara-negara Kristen merupakan pendukung yang berada
dibalik tentara Albania. Dukungan itu khususnya datang dari pemerintahan
Venezia, yang menyadari akan bahaya penaklukkan yang dilakukan oleh
Utsmani bagi wilayah-wilayah yang sangat penting dan strategis ini, yang
berada di pantai dan pelabuhan lautnya yang menghubungkan antara Laut
Tengah (Laut Mediterania) dengan dunia luar. Mereka sadar bahwa mereka
akan sanggup untuk menghalangi kapal-kapal Venezia yang berada di lautan
tertutup yakni Lautan Adriatik. Demikianlah Sultan Murad II tidak bisa
menikmati kestabilan pemerintahan di Albania.3
Sedangkan
yang berhubungan dengan Hungaria, tentara Utsmani mampu mengalahkan
pasukan Hungaria pada tahun 1438M. Tujuh puluh ribu diantaranya menjadi
tawanan pasukan Utsmani. Mereka juga mampu menguasai tempat-tempat
penting. Kemudian bergeral menaklukkan Belgrade (Beograd) ibu kota
Serbia. Namun usaha ini gagal, karena secara tiba-tiba aliansi pasukan
Salib dalam jumlah yang sangat besar yang diberkahi oleh Paus. Aliansi
pasukan Salib ini bertujuan untuk mengusir orang-orang Utsmani dari
Eropa secara keseluruhan. Pasukan ini terdiri dari beberapa negara
seperti Hungaria, Polandia, Serbia, Genoa, Venezia, Byzantium, Burgundi.
Dalam pasukan ini, bergabung pula pasukan Jerman dan Cekoslovakia.
Komando pasukan salib diberikan pada seorang jenderal dari Hungaria yang
cerdik bernama Johannes Henyadi. Dia memimpin pasukan darat Salibis dan
berangkat ke arah selatan. Dia berhasil mengalahkan pasukan Utsmani
selama dua kali pada tahun 1442 M. Kekalahan ini memaksa tentara Utsmani
menandatangani kesepakatan damai.4
Perjanjian yang ditandatangani di Sisjaden ini terjadi pada bulan Juli
tahun 1444 M. Dengan kesepakatan gencatan senjata selama sepuluh tahun.
Dalam perjanjian itu Turki Utsmani menyatakan, menyerahkan Serbia dan
mengakui George Brancovites sebagai penguasanya. Sebagaimana Sultan
Murad II juga menyerahkan Valichie kepada Hungaria. Dia juga membayar
tebusan suami puterinya yang bernama Mahmud Syalabi yang waktu itu
menjadi panglima pasukan perang tentara Utsmani dengan harga 60.000
duqiyah. Perjanjian kesepakatan itu ditandatangani dalam dua bahasa,
bahasa Turki dan bahasa Hungaria. Raja Ladislas dari Hungaria bersumpah
dengan menggunakan Injil sebagaimana Sultan Murad II bersumpah dengan
menggunakan Al-Qur'an untuk mematuhi kesepakatan ini dengan
sebaik-baiknya dan dengan cara yang terhormat.
Setelah Murad II
telah selesai menandatangani kesepakatan dengan musuh-musuhnya yakni
orang-orang Eropa, dia kembali ke Anatolia . Saat tiba di Anatolia dia
harus berkabung dengan kematian anaknya. Maka semakin bertambah
kesedihannya dan dia semakin menjauhi masalah-masalah keduniawian dan
kekuasaan. Akhirnya dia menyatakan mundur dari kesultanan dan
menyerahkannya pada anaknya yang bernama Muhammad, yang saat itu baru
berumur sekitar empat belas tahun. Karena dia masih sangat muda, sang
ayah mengawalnya dengan beberapa cerdik cendekia dari pihak kesultanan.
Dia sendiri setelah itu pergi ke Magnesia di Asia Kecil untuk mengisi
sisa-sisa hidupnya dalam uzlah dan ketentraman batin, dalam
rangka beribadah sepenuhnya kepada Allah serta merenungkan kebesaran
kekuasaan-Nya, setelah merasa bahwa pemerintahannya berada dalam keadaan
stabil.
Namun kondisi ini tidak dia rasakan sepenuhnya dalam jangka waktu yang panjang5
sebab Kardinal Sizarini dan sebagian pendukungnya menggagalkan
kesepakatan dengan pemerintahan Utsmani yang telah disepakati
sebelumnya, dan mereka bertekad untuk mengusir orang-orang Utsmani dari
Eropa secara keseluruhan. Apalagi kini tahta Utsmani telah ditinggalkan
Sultan Murad II dan telah diserahkan pada anaknya yang masih muda dan
belum berpengalaman. Bagi mereka, raja yang baru tidak dianggap
berbagaya. Paus Ogen IV setuju dengan pemikiran setan ini6
dan dia meminta orang-orang Kristen untuk membatalkan perjanjian itu
dan sebaliknya menyerang kaum muslimin. Dia menjelaskan pada orang-oang
Kristen bahwa perjanjian yang telah disepakati dengan orang-orang muslim
itu tidak sah sebab itu dilakukan tanpa persetujuan dari Paus sebagai
wakil Yesus di bumi. Kardinal Sizarini dikenal sebagai sosok yang
cekatan, tidak pernah istirahat dari bekerja. Dia dengan semangat yang
tinggi selalu berusaha untuk melenyapkan orang-orang Utsmani. Oleh sebab
itulah, dia selalu mengadakan kunjungan pada raja-raja Kristen dan
mendorong mereka untuk membatalkan perjanjian dengan kaum muslimin.
Berkat
usahanya dia berhasil meyakinkan para raja untuk membatalkan
kesepakatan dengan orang-orang muslim. Dia mengatakan, bahwa atas nama
Paus, mereka bebas dari tanggung jawab dari pembatalan itu dan dia
memberkati tentara dan senjata mereka. Wajib bagi mereka untuk mengikuti
jalannya, sebab jalan yang dia tempuh adalah jalan keselamatan dan
barangsiapa yang menentang dalam kalbunya dam dia takut mendapatkan
dosa, maka dia akan menanggung dosa dari apa yang dia perbuat.7
Orang-orang
Kristen membatalkan kesepakatan dan mereka segera mempersiapkan pasukan
untuk memerangi kaum muslimin. Mereka segera mengepung Kota Varna
sebuah kota di Bulgaria yang berada di tepi Laut Hitam, yang sebelumnya
telah merdeka dan berada ditangan kaum muslimin. Pembatalan perjanjian
ini merupakan tanda yang sangat jelas sebagai permusuhan. Oleh sebab
itulah, Allah mewajibkan atas kaum muslimin untuk memerangi mereka,
Allah berfirman,
“Jika mereka merusak sumpah (janji)nya
sesudah mereka berjanji, dan mereka mencerca agamamu, maka perangilah
pemimpin-pemimpin orang-orang kafir itu, karena sesungguhnya mereka itu
adalah orang-orang (yang tidak dapat dipegang) janjinya, agar supaya
mereka berhenti.” (QS At-Taubah 12)
Tidak ada janji dan
kesepakatan yang mereka jaga, sebab memang itulah tabiat mereka. Mereka
tidak segan-segan untuk menggempur siapa sajan, manusia lemah sekalipun
mereka bunuh dan merega jagal.8 Maha Benar Allah yang telah berfirman saat menggambarkan mereka,
“Mereka
tidak memelihara (hubungan) kerabat terhadap orang-orang mukmin dan
tidak (pula mengindahkan) perjanjian. Dan mereka itulah orang-orang yang
melampaui batas.” (QS At-Taubah 10)
Tatkala orang-orang
Kristen maju untuk menyerang pemerintahan Turki Utsmani, kaum Muslimin
yang berada di Adrianople mendengar desas-desus serbuan kaum Salibis.
Mereka pun dilanda rasa takut dan khawatir. Pejabat pemerintah, segera
mengirim utusan kepada Sultan Murad II meminta agar dia segera kembali
untuk menghadapi bahaya yang sedang datang. Maka keluarlah Sultan Murad
II sang Mujahid itu dari tempat pengasingan ibadahnya, untuk memimpin
pasukan Utsmani melawan pasukan Salib itu. Sultan Murad II berhasil
menjalin kesepakatan dengan armada laut Genoa untuk mengangkut empat
puluh ribu pasukan Turki Utsmani dari Asia menuju Eropa yang didengar
dan dilihat langsung oleh armada Salib. Sultan sepakat membayar setiap
satu tentara dengan ongkos satu dinar emas.
Sultan Murad II
dengan cepat melakukan perjalanan perangnya, dan dia tiba di Varna,
Bulgaria, bersamaan dengan datangnya pasukan Salib.
Sehari
setelah itu, berkecamuklah peperangan antara pasukan Kristen dan pasukan
Islam dalam peperangan yang demikian sengit. Sultan Murad II sendiri
telah meletakkan kertas perjanjian yang telah dilanggar oleh
musuh-musuhnya di ujung tombak, agar mereka menyaksikan dan langit serta
bumi juga ikut menyaksikan terhadap pengkhianatan dan permusuhan
mereka. Ini juga dia maksudkan agar semangat perang pasukannya
meningkat.9
Kedua pasukan
bertempur dalam sebuah pertempuran dahsyat. Bahkan hampir saja
kemenangan berada di tangan orang-orang Kristen, karena adanya sentimen
keagamaan mereka dan semangat mereka yang demikian menggebu. Namun
semangat menggebu mereka harus bertubrukan dengan ruh jihad yang
demikian tinggi dikalangan tentara Utsmani. Saat itulah, Raja Ladislas
(dari Hungaria) yang ingkar janji bertemu dengan Sultan Murad II yang
menetapi janji secara langsung. Keduanya duel satu lawan satu. Maka
terjadilah satu perang tanding yang demikian seru, antara dua pemimpin
yang akhirnya dimenangkan Sultan Murad II dan raja Hungaria itu kalah
akibat pukulan telak ujung tombak Sultan, sehingga membuatnya jatuh dari
atas kudanya. Maka segeralah sebagian mujahidin memotong kepalanya dan
mereka mengangkat di ujung tombak dengan menyebut nama Allah dan
menggemakan takbir penuh suka cita.10
Salah seorang mujahidin dengan lantang berteriak pada musuh, “Wahai
orang-orang kafir, ini adalah kepala raja kalian.” Tak ayal pemandangan
ini menimbulkan dampak yang demikian kuat terhadap pasukan Kristen,
dimana mereka dilanda rasa takut dan panik. Maka kaum Muslimin segera
melakukan serangan, yang berhasil menghancurkan kesatuan mereka dan
mengalahkan mereka dengan kekalahan yang demikian telak. Akhirnya,
pasukan Kristen lari tunggang langgang dan saling dorong-mendorong.
Sultan sendiri tidak mengusir musuhnya itu dan dia mencukupkan dengan
kemenangan ini. Sebuah kemenangan yang sangat gemilang.11
Pertempuran
ini terjadi di Lembah Pantellaria pada tanggal 17 Oktober 1448.
Peperangan ini berlangsung selama tiga hari berturut-turut dan berakhir
dengan kemenangan pasukan Muslimin. Kemenangan ini telah membuat
Hungaria sebuah negeri – minimal dalam jangka waktu sepuluh tahun – yang
tidak mampu bangkit melawan perlawanan militer terhadap pasukan
Utsmani.12 Sultan Murad II sendiri
masih konsisten dengan kezuhudannya pada dunia dan kekuasaan, sehingga
untuk kedua kalinya dia mengundurkan diri dari tahta kesultanan dan
menyerahkan kembali pada anaknya Muhammad. Sedang ia sendiri kembali
mengasingkan diri di Magnesia, sebagaimana kembalinya singa yang menang
bertarung ke sarangnya.
Sejarah telah menyebutkan pada kita, ada
beberapa raja dan penguasa yang mengundurkan diri dari tahtanya dan
mengasingkan diri dari hiruk pikuk kekuasaan. Ada sebagian diantara
mereka yang kembali naik tahta. Namun tidak ada satu sejarah pun yang
menyebutkan pada kita semua, bahwa disana ada seorang raja yang turun
tahta dua kali, kecuali Murad II. Sesungguhnya pada saat dia berangkat
menuju pengasingannya di Asia Kecil, tiba-tiba sekelompok tentara yang
disebut Inkisyariyah di Adrianople melakukan
pemberontakan, pembangkangan, dan pengrusakan. Sedangkan Sultan Muhammad
waktu itu masih sangat muda. Sebagian pembesar Utsmani khawatir
persoalan ini akan membesar, bahayanya akan mengembang dan kejahatannya
akan semakin memuncak serta mendatangkan akibat yang jelek. Maka mereka
kembali mengutus utusan pada Sultan Murad II untuk kembali ke ibu kota
mengendalikan kekuasaan ditangannya.13
Maka
dia pun segera mengambil kendali kekuasaan dan mampu menaklukkan para
pemberontak itu. Kemudian dia mengirim anaknya, Muhammad, ke Magnesia
dan dia memerintah disana, di Anatolia. Sedangkan Sultan Murad II
sendiri tetap memgang tampuk kekuasaan hingga akhir hayatnya yang
semuanya dia pergunakan untuk perang dan penaklukan.14
Muradi II Dan Kecintaannya Pada Para Penyair, Ulama, Dan Kesukaannya Melakukan Kebaikan
Muhammad
Harb berkata, “Murad II – walaupun tidak dikenal banyak memiliki syair –
dia dikenal sebagai sosok yang memiliki kepedulian pada sastra dan
puisi. Sebab kenikmatan yang dia miliki, juga bisa dinikmati para
penyair yang sengaja dipanggil dua hari dalam seminggu, dengan tujuan
menyimak apa yang mereka karang. Mereka melantunkan syair bernama
Sultan. Sultan pun ikut memberi penilaian baik atau jelek terhadap
syair-syair mereka. Dia bisa memilih atau membuang syair-syair mereka.
bahkan dia tidak segan-segan memberikan peluang kerja, sehingga mereka
terlepas dari kesusahan hidup. Dizamannya telah lahir penyair dalam
jumlah yang cukup besar.15
Dia
telah berhasil mengubah istana penguasa menjadi semacam akademi ilmiah.
Bahkan diantara para penyair itu ada yang mengiringnya ke medan jihad.16
Diantara syairnya,
“Datanglah mari kita menyebut Allah,
Karena kita tidak akan abadi di dunia.” 17
Sultan
Murad II dikenal sebagai sosok yang alim, berotak brilian, adil, dan
pemberani. Dia mengirimkan harta dari koceknya sendiri pada penduduk
Mekkah, Madinah dan Baitul Maqdis (Yerusalem) sebanyak tiga ribu lima
ratus dinar setiap tahun. Dia sangat peduli terhadap ilmu pengetahuan,
pada para ulama, para syaikh, dan orang-orang saleh. Dia telah membangun
tiang-tiang kerajaan, mengamankan jalan, menegakkan syariat dan agama
menghinakan orang-orang kafir dan atheis.18
Yusuf
Ashaf mengatakan tentang dia, “Dia adalah seorang yang saleh dan takwa,
seorang pejuang yang gigih, cinta pada kebaikan, cenderung pada rasa
kasih dan ihsan.
Wasiat Menjelang Wafat
Sultan
meninggal di istana Adrianople pada saat umurnya menjelang 47 tahun.
Sesuai wasiatnya, dia dikebumikan disamping Masjid Jami Muradiyah di
Bursa. Selain itu, ia berwasiat agar diatas kuburannya tidak dibangun
apa-apa. Dia juga mewasiatkan agar disamping kuburannya dibikin
tempat-tempat untuk duduk pada penghafal Al-Qur'an. Dia meminta agar
dirinya dikubur pada hari jum'at. Semua wasiat yang diminta
dilaksanakan.19
Dalam
wasiatnya, dia juga meninggalkan satu syair, setelah dia merasa khawatir
dikuburkan disebuah kuburan yang besar padahal dia sendiri menginginkan
agar diatas kuburannya tidak dibangun bangunan apapun. Syair tersebut
berbunyi.
“Maka datanglah haru,
dimana setiap orang hanya melihat tanah kuburanku.” 20
Sultan
Murad II telah melakukan pembangunan masjid, madrasah-madrasah,
beberapa istana, dan beberapa jembatan. Diantaranya adalah Masjid Jami
Adrianople yang memiliki tiga beranda.
Disamping masjid itu, dia membangun madrasah Watakiyah yang memberikan makanan pada orang-orang fakir dan miskin.21
Catatan Kaki
1. Lihat: Akhtha ‘Yajibu an Tushahhah (Al- Dawlat Al-Utsmaniyah) hlm. 38.
2. Lihat: As-Salathin Al-Utsmaniyun, hlm. 43.
3. Lihat: Al-Dawlat Al-Utsmaniyah fi Al-Tarikh Al-Islami Al-Hadits, hlm. 46.
4. Ibid.
5. Lihat: Muhammad Al-Fatih, hlm 42-43.
6. ibid. 43.
7. Ibid: 44.
8. Lihat: : Akhtha ‘Yajibu Tushahhah (Al-Dawlat Al-Utsmaniyah), hal. 41.
9. Lihat: Muhammad Al-Fatih, Dr. Salim Ar-Rasyidi, hlm. 45.
10. Lihat: Muhammad Al-Fatih, Dr. Abdus Salam Abdul Aziz, hlm 22.
11. Lihat: Muhammad Al-Fatih, Dr. Salim Ar-Rasyidi, hlm. 44.
12. Lihat: Al-Dawlat Al-Utsmaniyah fi Al-Tarikh Al-Islami Al-Hadits, hlm. 46.
13. Lihat: Muhammad Al-Fatih, 47.
14. Sultan Muhammad Al-Fatih, 23.
15. Al-Utsmaniyun fi-Al-Tarikh wa Al-Hadharah, hlm. 246.
16. Ibid.
17. Al-Salathin Al-Utsmaniyunm hlm 43.
18. Lihat: Tarikh Salathin Ali Utsman, Al-Qaramani, hlm. 55.
19. Lihat: As-Salathin Al-Utsmaniyun fi Al- Tarikh wa Al-Hadharah, hlm 43.
20. Lihat: Al-Utsmaniyyun fi Al-Tarikh wa Al-Hadharah, hlm 246.
21. Lihat: Al-Salathin Al-Utsmaniyyun, hlm 43.