http://sejarahutsmani.blogspot.com
Setelah wafatnya Utsman, anaknya
yang bernama Orkhan segera memangku kekuasaan. Dia melakukan kebijakan
sebagaimana yang dilakukan oleh ayahnya dalam administrasi negara dan
penaklukan-penaklukan negeri. Pada tahun 1327, Nicomedia jatuh
ketangannya. Nicomedia adalah sebuah kota yang berada di barat laut Asia
Kecil dekat Istanbul (Konstantinople). Kota ini dikenal dengan sebutan
Azmiyet. Di tempat inilah dia mendirikan sebuah universitas untuk
pertama kalinya. Dia menyerahkan administrasinya pada Daud Al-Qaishari
salah seorang ulama Utsmani yang pernah belajar di Mesir.1 Dia sangat memperhatikan struktur tentara sesuai dengan masanya dan menjadikannya sebagai tentara yang sangat terorganisir.2
Di tepi timur inilah, Orkhan memerintahkan pasukannya untuk menaiki perahu-perahu itu yang akan membawa mereka ke pantai Eropa dimana mereka akhirnya mampu menaklukkan benteng Tarnab, Ghalmabuli yang didalamnya ada benteng Jana dan Apsala serta Rodestu. Semuanya berada di Selat Dardanil yang berada dari utara sampai selatan. Dengan ini Sultan telah melakukan sebuah langkah penting dan membuka jalan bagi penguasa yang datang setelahnya untuk menaklukkan Konstantinople. 3
Pembentukan Tentara Baru Yang Religius Dan Tartarisasi
Salah satu jasa penting yang berkait erat dengan kehidupan Sulaiman Orkhan adalah pembentukan tentara Islam serta kepeduliannya untuk membentuk satu model khusus dalam kemiliteran. Maka dia pun membagi tentara kedalam unit, dimana setiap unit terdiri dari sepuluh orang, atau seratus orang, atau seribu orang. Dia mengkhususkan seperlima dari rampasan perang untuk biaya militer. Dia menjadikan tentara itu memiliki tugas yang kontinu setelah sebelumnya tentara hanya berkumpul pada saat perang saja. Dia mendirikan markas khusus untuk pelatihan tentara itu didalamnya. 4
Sebagaimana dia juga menambahkan tentara tambahan yang disebut dengan Al-Inkisyariah yang terdiri dari kalangan mualaf dimana jumlah mereka semakin banyak setelah wilayah kekuasaan Utsmani semakin luas dan mereka mencapai kemenangan yang gemilang terhadap musuh-musuhnya dari kalangan non-muslim dalam setiap peperangan. Ditambah dengan banyaknya penduduk dari negeri yang ditaklukkan itu banyak yang masuk Islam sehingga banyak yang bergabung dengan kalangan mujahidin untuk menyebarkan ajaran Islam. Setelah mereka memeluk Islam dan telah memperoleh pendidikan Islam yang cukup baik dari sisi pemikiran dan cara berperang, maka mereka membantu di markas-markas perang yang beragam. Para ulama dan fukaha bersama-sama dengan Sultan Orkhan telah menanamkan semangat jihad kedalam dada kaum Muslim dan dengan gencar menanamkan kecintaan pada agama mereka, serta penanaman rasa rindu pada pertolongan Allah dan kerinduan mereka pada kesyahidan di jalan Allah. Semboyan mereka adalah "berperang atau syahid" tatkala mereka terjun ke medan laga. 5
Sebagian besar sejarawan asing beranggapan bahwa tentara baru ini (Al-Inkisyariah) berasal dari anak-anak orang Kristen yang dirampas dari keluarganya dan mereka dipaksa untuk memeluk Islam, sesuai dengan ketentuan dan aturan yang disebut – dalam asumsi mereka – aturan Dafsyariyah . Mereka juga beranggapan bahwa aturan ini diadopsi dari kewajiban membayar pajak dalam Islam. Mereka menuduh dengan sistem ini maka boleh bagi kaum muslim Utsmani untuk mengambil/merampas seperlima dari jumlah anak-anak yang ada disetiap kota atau desa Kristen sebagai pajak/upeti yang mereka sebut dengan "upeti anak" dengan anggapan bahwa itu adalah seperlima dari harta rampasan perang yang merupakan bagian dari Baitul Mal. Diantara sejarawan yang berpendapat demikian adalah Karl Brocklman, Gibbon dan Gibb. 6
Padahal hakikatnya apa yang mereka katakan tak lebih dari kebohongan besar yang sengaja mereka masukkan kedalam perjalanan sejarah Orkhan bin Utsman dan Murad bin Orkhan bin Utsman. Kebohongan tersebut terus mereka lekatkan terhadap seluruh penguasa Utsmani setelah mereka. Padahal sistem ini tak lebih dari kepedulian pemerintah Utsmani terhadap anak-anak kaum Kristen yang terlantar dan yatim piatu, dimana mereka menjadi korban peperangan yang berlangsung secara terus-menerus. Islam yang menjadi agama para penguasa Utsmani jelas-jelas melarang apa yang disebut dengan "upeti anak", seperti yang dituduhkan para sejarawan asing tersebut.
Demikian banyak anak-anak kehilangan orang tua mereka akibat perang. Para penguasa Utsmani terdorong untuk memelihara mereka yang kini terlantar di jalanan kota-kota yang ditaklukkan kaum Muslimin. Ini dilakukan oleh penguasa Utsmani sebagai jaminan bagi masa depan mereka. lalu adakah jaminan selain itu selain didalam Islam? Maka tatkala kaum Muslimin menaruh perhatian pada mereka, lantas anak-anak yatim piatu memeluk Islam, wajarkah bila kemudian dituduh oleh para pembohong itu dengan menganggap bahwa kaum Muslimin telah merampas mereka dari pelukan orang tua dan memaksa mereka untuk masuk Islam!
Ironsinya, tuduhan yang penuh kedengkian, provokasi nyata dan kebohongan besar ini disantap begitu saja oleh beberapa sejarawan Islam yang belajar di universitas-universitas mereka. Bahkan beranggapan bahwa propaganda dusta tersebut adalah kebenaran yang pantas diterima. Beberapa kelompok sejarawan muslim telah terpengaruh dengan tulisan-tulisan sejarawan itu, dan tak jarang diantara para penulis tersebut yang memiliki ruh dan ghirah keislaman tinggi. Namun mereka mengulang-ulang kebohongan sejarawan Barat dalam buku-buku yang mereka tulis. Misalnya tulisan seorang sejarawan dan sekaligus advokat, Muhammad Farid Baek dalam bukunya Al-Dawlat Al'Aliyah Al-Utsmaniyyah juga Dr. Ali Hasun dalam bukunya Tarikh Al Dawlat Al-Utsmaniyah , atau sejarawan Muhammad Kurd dalam bukunya Khithath Al-Syam , juga Dr. Umar Abdul Aziz dalam bukunya Muhadharat fi Tarikh Al-Syu'ub Al-Islamiyah serta Dr. Abdul Karim Gharibah dalam bukunya Al-‘Arab wa Al-Atrak .
Realitas mengatakan bahwa apa yang mereka sebut dengan "upeti anak" sama sekali tidak memiliki dalil apapun kecuali apa yang ada di dalam buku-buku orientalis Kristen itu, seperti Gibb dan seorang sejarawan Kristen Soumuvile atau Brocklman. Sedangkan mereka tidak bisa dijadikan sandaran dalam penulisan sejarah Islam, sebab tidak murni ikhlas dalam mengkaji sejarah Islam.
Sesunggunya orang-orang yang terdidik secara khusus untuk berjihad bukanlah orang-orang Kristen. Mereka tak lain adalah anak-anak kaum Muslimin yang telah melepaskan diri mereka dari agama Kristen dan mendapat hidayah untuk masuk Islam. Mereka melakukannya dengan kesadaran yang tumbuh dalam dada mereka sendiri dan bukan karena dipaksa. Mereka memberikan anak-anak mereka pada Sultan untuk dididik dengan pendidikan Islam yang baik. Sedangkan sisanya adalah anak-anak yatim dan anak-anak terlantar korban peperangan, yang kemudian dipelihara oleh pemerintahan Utsmani.
Sesungguhnya hakikat dari pembentukan tentara baru oleh Orkhan bin Utsman, tak lain merupakan pembentukan struktur angkatan militer yang terorganisir yang selalu siaga dan selalu berada bersamanya baik dalam kondisi perang ataupun dalam kondisi aman. Maka dia membentuk pasukan kavaleri dari keluarganya dan para mujahid siap tempur yang selalu memenuhi panggilan jihad. Sebagaimana ia juga mengangkat pasukan dari kalangan orang-orang Romawi yang telah menjadikan Islam sebagai bagian penting hatinya dan telah baik keislamannya.
Belum usai membentuk organisasi militer, dia segera menemui seorang mukmin yang takwa bernama Haji Baktasy, meminta doa agar Allah SWT senantiasa melimpahkan kebaikan pada balatentara. Haji Baktasy menginspeksi pasukan dengan penuh antusias dan meletakkan tangannya diatas kepada seorang tentara, lalu dia berdoa pada Allah agar mukanya menjadi bersih bersinar dan menjadikan pedangnya demikian tajam dan semoga Allah memenangkan mereka dalam setiap kali pertempuran. Kemudian dia melihat pada Orkhan dan bertanya, "Sudahkah kau beri nama tentara ini?"
Orkhan menjawab, "Belum!"
Haji Baktasy pun berkata, "Jika belum, namailah Yani Tasyri yang berarti "tentara baru".
Bendera pasukan saat itu berwarna merah dengan bulan sabit di tengahnya. Sedangkan dibawah bulan sabit, terdapat gambar pedang yang mereka sebut dengan Dzul Fiqar, yang tak lain adalah nama pedang Ali bin Abu Thalib. 7
Alauddin bin Utsman, saudara Orkhan, adalah orang yang memiliki ide itu. Dia dikenal sebagai seorang yang alim dalam bidang syariah, selain itu terkenal sebagai sosok yang zuhud dan penganut tasawuf yang lurus. 8
Orkhan terus berusaha menambah jumlah pasukan barunya tersebut, setelah gerakan jihad semakin meluas dalam rangka menaklukkan kerajaan Byzantium. Oleh karena itu, dia memilih pasukan anak muda yang berasal dari Turki, dan sebagian yang lain dari kalangan Byzantium yang telah masuk Islam dan komitmen terhadap keislamannya. Mereka digabungkan dalam pasukan Islam dan dia sendiri sangat memperhatikan pendidikan keislaman serta jihad mereka. Tak berapa lama jumlah mereka semakin bertambah besar, sehingga terbentuklah pasukan dalam jumlah ribuan mujahid di jalan Allah.
Orkhan dan Alauddin sepakat bahwa tujuan utama pembentukan dari tentara baru ini adalah untuk melanjutkan jihad di jalan Allahj melawan orang-orang Byzantium, menaklukkan wilayah-wilayah mereka, menyebarkan agama Islam dan mengambil faedah dari masuknya orang-orang Byzantium ke dalam Islam untuk menebarkan Islam kembali setelah menyerap pendidikan Islam dan tertancap dalam diri mereka prinsip-prinsip Islam, baik dalam perilaku dan jihad.
Ringkasnya, Sultan Orkhan sama sekali tidak pernah merampas anak-anak orang Kristen dari rumah bapak mereka, dia tidak pernah memaksa seorang anak atau remaja Kristen pun untuk memeluk agama Islam. Apa yang dituduhkan Brockleman, Gibb, atau Gibbon adalah kedustaan semata. Oleh sebab itu lah pengaruhnya harus dihilangkan dari buku-buku sejarah Islam kita. 9
Kebijakan Dalam Dan Luar Negeri Orkhan
Semua peperangan di masa Orkhan terfokus pada kekaisaran Romawi. Namun satu peristiwa terjadi tahun 1336 M, dimana saat itu kepala pemerintahan di Qarashi (sebuah wilayah yang berada dibawah kekuasaan Saljuk Romawi). Setelah kematiannya, terjadi perselisihan antara dua anaknya dalam memperebutkan kekuasaan. Orkhan tidak menyia-nyiakan kesempatan ini, maka dia pun melibatkan diri dalam koflik, yang akhirnya dia mampu menguasai wilayah itu. Memang salah satu target dari berdirinya negara Utsmani yang baru ini adalah mewarisi negara-negara yang berada dibawah kekuasaan Saljuk di Asia Kecil. Konflik ini terus terjadi antara pemerintahan Utsmani dan negeri-negeri kecil itu, hingga masa pemerintahan Al-Fatih yang kemudian ditandai dengan menyerahkan seluruh Asia Kecil kedalam Kesultanan Utsmani.
Orkhan berusaha menguatkan penopang kekuasaanya. Untuk itu, dia melakukan pekerjaan-pekerjaan reformatif dan pembangunan, menertibkan administrasi, menguatkan militer, membangun masjid-masjdi dan akademi-akademi ilmu pengetahuan.10 Akademi-akademi itu dipimpin oleh ulama-ulama terkemuka yang sangat dihormati pemerintah. Disetiap desa ada sekolah, sedangkan di setiap kota ada fakultas tata bahasa, logika, metafisika, fikih, bahasa, balaghah, arsitektur, dan falak.11 dan tentu saja hafalan al-Qur'an dan ilmu-ilmunya. Juga sunnah, fiqih, dan akidah Islam.
Demikianlah kebijakan yang diambil Orkhan tatkala dia menguasai Qarashi, selama dua puluh tahun tanpa timbul peperangan satu kali pun. Bahkan dia berhasil menghapusnya dan menggabungkannya dalam masyarakat sipil dan militer yang dibentuk oleh pemerintahannya. Satu bukti kebesaran Orkhan adalah adanya stabilitas didalam negeri, pembangunan masjid-masjid, pemberdayaan wakaf, pembangunan tempat-tempat umum. Orkhan memiliki pandangan bijak karena semua peperangan yang berlangsung di masanya sama sekali tidak dia tujukan hanya sekedar memperluas wilayah kekuasaannya, yang dia lakukan adalah agar kekuasaannya memiliki wibawa diwilayah-wilayah yang telah bergabung kedalam kekuasaannya. Dalam setiap pembukaan wilayah, dia selalu membangun sebuah masyarakat madani, militer, terdidik, dan berbudaya, dengan demikian maka wilayah-wilayah itu menjadi bagian wilayah yang tidak terpisahkan dari kekuasaannya dimana kekuasaan pemerintah Utsmani di Asia Kecil demikian stabil.
Ini semua menunjukkan pada pemahaman Orkhan yang luas tentang apa yang disebut dengan sunnah gradualistik dalam pembangunan sebuah negara dan peradaban serta dalam membangkitkan sebuah bangsa.
Tak lama setelah Orkhan berhasil membangun pemerintahan dalam negerinya, terjadilah konflik perebutan kekuasaan didalam kekaisaran Byzantium. Sementara itu, Kaisar Kontakusianus meminta bantuan Sultan Orkhan untuk melawan musuh dan pesaingnya. Sultan pun mengirimkan pasukan Utsmani untuk memperkuat pengaruh kekuasaan kesultanan Utsmani di Eropa. Pada tahun 1358 M, terjadi gempa bumi di kota-kota Turaqiya sehingga menyebabkan ambruknya benteng-benteng Gallipoli. Peristiwa itu melicinkan jalan bagi kaum Muslimin untuk memasukinya. Kaisar Byzantium melayangkan protes terhadap apa yang dilakukan oleh tentara Orkhan itu. Namun tidak menjawab apa-apa. Jawaban Orkhan saat itu adalah kekuasaan Ilahi telah membuka pintu-pintu kota didepan kekuatan pasukannya. Dengan demikian, maka jadilah Gallipoli sebagai basis pertama Kesultanan Utsmani di Eropa. Dari sinilah kemudian bergerak pasukan Islam pertama yang akhirnya mampu menguasai kepulauan Balkan. Tatkala Hana V di Luyulujis menyatakan diri terpisah dari pemerintahan Byzantium, maka semua wilayah yang dikuasai Orkhan menyatakan diri berada dibawah kekuasaan Sultan dengan imbalan Sultan akan mengirimkan bahan makanan dan bantuan lainnya ke Konstantinople. Orkhan mengirimkan beberapa kabilah muslimin dalam jumlah besar dengan tujuan menyebarkan Islam dalam rangka mencegah pengusiran orang-orang Islam oleh orang-orang Kristen Eropa. 12
Faktor-Faktor Yang Membantu Sultan Orkhan Dalam Merealisasikan Tujuannya
- kebijakan yang bertahap, mengelaborasi perjuangan ayahnya Utsman dan tersedianya semua sarana material dan maknawi yang demikian banyak. Semuanya membantu Orkhan untuk bisa menaklukkan wilayah-wilayah Byzantium di Anatolia. Strategi yang dilakukan Orkhan memiliki ciri yang sangat unik, yakni dengan cara melakukan perluasan kekuasaannya serta merentangkan perbatasannya. Sedangkan dunia Kristen saat itu sama sekali tidak menyadari akan adanya ancaman dari kekuasaan Utsmani, kecuali setelah mereka mampu menyeberangi laut dan mampu menaklukkan Gallipoli.13
- Dalam setiap peperangan yang berlangsung antara kaum muslimin dengan Balkan, pasukan Utsmani memiliki karakteristik yang mengusung kesatuan barisan, kesatuan tujuan, kesatuan mazhab, yakni Sunni.
- Kekuasaan Byzantium saat itu mengalami kemerosotan yang sangat parah. Dimana masyarakat Byantium telah ditimpa sebuah perpecahan politis dan kemerosotan agama dan sosial. Dengan demikian sangat gampang bagi kekuasaan Utsmani untuk menaklukkan wilayah itu.
- Lemahnya pihak Kristen akibat tidak adanya rasa percaya diri dikalangan penguasa yang berkuasa di kekaisaran Byzantium, Bulgaria, Serbia, dan Hungaria. Oleh karena itulah dalam berbagai kesempatan mereka tidak mampu menyatukan barisan dalam menghadapi kekuatan Utsmani. 14
- Konflik agama Kristen yang terjadi antara Roma dan Konstantinople atau dengan kata lain konflik antara Katholik dan Ortodoks yang telah menimbulkan dampak yang demikian dalam pada kedua belah pihak.
Munculnya
organisasi militer baru yang didasarkan pada akidah, manhaj, tarbiyah,
dan tujuan-tujuan rabbaniyah yang langsung dipimpin oleh orang-orang
terbaik dari kalangan Utsmani.
Catatan Kaki
1. Lihat: Qiyam Al-Dawlat Al-Utsmaniyah, hal 29.
2. Lihat: Al-Utsmaniyyun fi Al-Tarikh wa Al-Hadharah, hlm 29.
3. Lihat: Ila Al-Dawlat Al-Utsmaniyah, Dr. Abdul Hadi, hal 22.
4. Lihat: Qiyamu Al-Dawlat Al-Utsmaniyah, hal 32.
5. Lihat: Qiyam Al-Dawlat Al-Utsmaniyah, hal 302.
6. Lihat: Jawanib Mudhi'ah, hal 122.
7. Lihat: Jawanib Mudhiah, hal 147.
8. Lihat: Jawanib Mudhiah, hal 144.
9. Lihat: Jawanib Mudhiah, hal 155.
10. Lihat: Muhammad Al-Fatih. Dr. Salim Ar-Rasyidi, hal 25.
11. Lihat: Fi Al-Tarikh Al-Islami, Muhammad Abdur-Rahim, hal 40.
12. Lihat: Ushul Al-Tarikh Al-Islami hal 47.
13. Lihat Al-dawlat Al-Utsmaniyah fi Al-Tarikh Al-Islami Al Hadits hal 22.
14. Lihat Al-dawlat Al-Utsmaniyah fi Al-Tarikh Al-Islami Al Hadits hal 23.
0 komentar:
Posting Komentar