
Bismillahirrohmanirrohim
Quthbuddin Al Yunaini di dalam Al Bidayah Wan Nihayah (bab 658 H) mengatakan : ” Qutuz(sebelum menjadi raja) pernah bermimpi, Rasulullah shallallahu alaihi wassalam mengatakan kepadanya bahwa dia akan menguasai Mesir dan memenangkan Perang melawan Tatar(Mongol)”
Setelah jatuhnya Kekhalifahan Abbasiyah serta dihancurkannya Baghdad 
dan dibunuhnya hampir 800.000 atau 1.800.000 kaum muslimin hingga saksi 
mata mengatakan hitamnya air sungai Tigris akibat tinta buku yang luntur
 dari penghancuran perpustakaan terbesar di Baghdad oleh Mongol. Semua 
itu terjadi dalam masa 40 hari. Kemudian Bangsa Mongol di bawah Hulaghu 
Khan (cucu Genghis Khan dari Tolui saudara angkat Kwee Ceng:)-fiksi- dlm
 Legend of Condor Heroes/Sia Tiaw Eng Hiong) meneruskan penaklukan ke 
bumi Syam/Syria yaitu ke arah kekuasaan Kesultanan Mamluk.
Pertempuran yang terjadi antara Al-Malik Al Muzhafar Saifuddin Qutuz dan Ruknuddin Baybars/Bibris vs Kitbugha/Katabgha Noyen(jabatan seperti KSAD, membawahi 1 tumen(10.000 tentara) dan Knights of Templars
Pertempuran ini termasuk salah satu pertempuran yang penting dalam sejarah penaklukan bangsa Mongol di Asia Tengah dimana mereka untuk pertama kalinya mengalami kekalahan telak dan tidak mampu membalasnya dikemudian hari seperti yang selama ini mereka lakukan jika mengalami kekalahan.
KEJATUHAN SYAM/SYIRIA dan PALESTINA

Kejatuhan Baghdad bukan puncak bagi penderitaan umat pada ketika itu. Sebaliknya umat semakin menderita dengan sikap sebagian raja dan ulama’ Islam pada masa itu yang sanggup menggadaikan agama semata-mata untuk mendapat jaminan kehidupan dari Mongol dan Tartar.
Siapakah yang tidak sedih bila melihat sebagian raja Islam menghulurkan tangan persahabatan dengan Hulaghu/Holako sedangkan darah jutaan umat Islam masih lagi belum kering! Raja Mosul, Badruddin Lu’lu’ menghulurkan tangan persahabatan dengan Hulaghu.
Begitu juga Kaikawis II dan Qalaj Arsalan, Raja Anadol/Anatolia. Raja Halab/Aleppo dan Damsyik/Damaskus, al-Nasir Yusuf juga mengambil langkah sama. Raja-raja itu telah membuka Iraq Utara, sebahagian Syam dan Turki kepada Mongol tanpa peperangan. Tidak cukup dengan itu. Kepedihan umat semakin berat apabila menyaksikan sebagian ulama’ pada masa itu mengeluarkan fatwa mengharuskan perjanjian damai tersebut dengan hujah-hujah yang keliru.
Hanya seorang Raja di daerah tersebut yang menegakkan jihad(1). Raja tersebut adalah Al-Kamil Muhammad al-Ayubi, Raja Miyafarqin. Miyafarqin adalah kota yang terletak sekarang ini timur Turki menuju ke sebelah barat Turki. Tentara Raja Al-Kamil Muhammad al-Ayubi menguasai timur Turki, barat laut Iraq dan timur laut Syria.
Tetapi kegilaan Tartar mengatasi segala-galanya. Kota Miyafarqin dikepung dan akhirnya jatuh. Begitu juga dengan Kota Halab/Aleppo. Kota Damsyik juga jatuh. Puncaknya adalah penjajahan Mongol/Tartar ke atas bumi Palestina.
MESIR BUMI RIBAT (Benteng Islam)
Ketika Mongol memulai serangannya ke atas umat Islam, Mesir berada dalam krisis yang amat runcing. Ia berada di bawah pemerintahan kerajaan Mamalik (Mamluk) dan melalui satu pergolakan politik yang amat dahsyat. Kerajaan Mamalik Bahriah (salah satu fasa dalam kerajaan Mamalik) menguasai Mesir selama 144 tahun. Dalam tempo tersebut Mesir diperintah oleh 29 orang sultan. Satu jumlah yang banyak untuk pemerintahan selama satu abad setengah. Pada 29 orang sultan tersebut, 10 diantaranya mati dibunuh dan 12 diantaranya digulingkan. Ini jelas menunjukkan kepada kita bahwa kekuatan dan kekerasan adalah asas perubahan di dalam kerajaan Mamluk.
Pertempuran yang terjadi antara Al-Malik Al Muzhafar Saifuddin Qutuz dan Ruknuddin Baybars/Bibris vs Kitbugha/Katabgha Noyen(jabatan seperti KSAD, membawahi 1 tumen(10.000 tentara) dan Knights of Templars
Pertempuran ini termasuk salah satu pertempuran yang penting dalam sejarah penaklukan bangsa Mongol di Asia Tengah dimana mereka untuk pertama kalinya mengalami kekalahan telak dan tidak mampu membalasnya dikemudian hari seperti yang selama ini mereka lakukan jika mengalami kekalahan.
KEJATUHAN SYAM/SYIRIA dan PALESTINA

Kejatuhan Baghdad bukan puncak bagi penderitaan umat pada ketika itu. Sebaliknya umat semakin menderita dengan sikap sebagian raja dan ulama’ Islam pada masa itu yang sanggup menggadaikan agama semata-mata untuk mendapat jaminan kehidupan dari Mongol dan Tartar.
Siapakah yang tidak sedih bila melihat sebagian raja Islam menghulurkan tangan persahabatan dengan Hulaghu/Holako sedangkan darah jutaan umat Islam masih lagi belum kering! Raja Mosul, Badruddin Lu’lu’ menghulurkan tangan persahabatan dengan Hulaghu.
Begitu juga Kaikawis II dan Qalaj Arsalan, Raja Anadol/Anatolia. Raja Halab/Aleppo dan Damsyik/Damaskus, al-Nasir Yusuf juga mengambil langkah sama. Raja-raja itu telah membuka Iraq Utara, sebahagian Syam dan Turki kepada Mongol tanpa peperangan. Tidak cukup dengan itu. Kepedihan umat semakin berat apabila menyaksikan sebagian ulama’ pada masa itu mengeluarkan fatwa mengharuskan perjanjian damai tersebut dengan hujah-hujah yang keliru.
Hanya seorang Raja di daerah tersebut yang menegakkan jihad(1). Raja tersebut adalah Al-Kamil Muhammad al-Ayubi, Raja Miyafarqin. Miyafarqin adalah kota yang terletak sekarang ini timur Turki menuju ke sebelah barat Turki. Tentara Raja Al-Kamil Muhammad al-Ayubi menguasai timur Turki, barat laut Iraq dan timur laut Syria.
Tetapi kegilaan Tartar mengatasi segala-galanya. Kota Miyafarqin dikepung dan akhirnya jatuh. Begitu juga dengan Kota Halab/Aleppo. Kota Damsyik juga jatuh. Puncaknya adalah penjajahan Mongol/Tartar ke atas bumi Palestina.
MESIR BUMI RIBAT (Benteng Islam)
Ketika Mongol memulai serangannya ke atas umat Islam, Mesir berada dalam krisis yang amat runcing. Ia berada di bawah pemerintahan kerajaan Mamalik (Mamluk) dan melalui satu pergolakan politik yang amat dahsyat. Kerajaan Mamalik Bahriah (salah satu fasa dalam kerajaan Mamalik) menguasai Mesir selama 144 tahun. Dalam tempo tersebut Mesir diperintah oleh 29 orang sultan. Satu jumlah yang banyak untuk pemerintahan selama satu abad setengah. Pada 29 orang sultan tersebut, 10 diantaranya mati dibunuh dan 12 diantaranya digulingkan. Ini jelas menunjukkan kepada kita bahwa kekuatan dan kekerasan adalah asas perubahan di dalam kerajaan Mamluk.
Setelah fasa Mamalik Bahriah, menyusul pula fasa Mamalik 
Muizziah/Burji. Pemerintah awal di fasa ini adalah Raja Izzuddin Aibak. 
Beliau berhasil mengembalikan kestabilan politik kepada Mesir. Tetapi 
kestabilan itu hanya bertahan selama tujuh tahun. Keadaan kembali kacau 
selepas pembunuhan beliau dan seterusnya pembunuhan isterinya, Syajarah 
ad-Dur. Setelah berganti pemerintahan, akhirnya Mesir diperintah oleh 
Saifuddin Qutuz.
Pembunuhan Raja Izzudin Aibak dan isterinya telah membawa kepada perselisihan di antara Mamalik Bahriah (pendukung kerajaan lama) dan Mamalik Muizziah (kerajaan baru yang diperintah oleh Qutuz) dan hal ini masih berlangsung di zaman Qutuz. sebagian pendukung Mamalik Bahriah mengambil sikap berpindah ke bumi Syam dan lain-lain. Manakala yang tinggal menetap di Mesir mengambil sikap mengasingkan diri. Ini menjadikan Mesir lemah dari sudut pertahanan karena dasar pasukan Tentara Mesir adalah pendukung Mamalik Bahriah.
Di masa yang sama, serangan Mongol ke atas bumi Syam telah memutuskan kontak antara Mesir dan Syam. Tiada hubungan di antara keduanya. Mesir juga tidak mendapat bantuan dari Sudan dan negara-negara di utara Afrika. Ini menjadikan Mesir seolah-olah sendirian di tengah-tengah krisis yang terjadi di seluruh negara Islam.
Keadaan menjadi semakin buruk apabila Mesir juga pada masa itu ditimpa krisis ekonomi. Perang Salib yang terjadi sebelum itu telah melumpuhkan ekonomi Mesir. sebagian dari lokasi perang salib adalah di bumi Mesir. Tentara Mesir juga adalah Tentara yang banyak terlibat di dalam perang salib yang terjadi di tempat lain. Shalahudin Ayubi menjadikan Mesir sebagai salah satu benteng pertahanannya.
Disamping sebagian Tentara Salib yang masih ada di bumi Islam, masalah ditambah lagi dengan kedatangan musuh baru Islam yaitu Mongol.
QUTUZ, Penyelamat Umat Islam
Qutuz ditunjuk sebagai gubernur Mesir oleh Sultan Aybak. Dia tetap menjadi gubernur Mesir ketika Sultan Aybak dibunuh pada tahun 1257 dan digantikan anaknya Al-Mansur Ali. Aybak dibunuh oleh Keluarga Kerajaan dari Mamluk Bahri (Orang Turki Kipchaks dan berpusat di air di Rodah/Rhode Island) sedangkan Aybak adalah Mamluk Burji (orang Turki Cerkes yg berpusat di QAHIRA/KAIRO).Setelah kedatangan pasukan Mongol pada tahun 1258, Qutuz melakukan kudeta dan merebut kekuasaan dari tangan Al-Mansur Ali pada tanggal 12 November 1259.(2)
Qutuz menaiki tahta Mesir pada 24 Zulqaedah 657 H.
Sebelum beliau menaiki tahta Mesir, Serangan pertama Mongol (617 H), serangan kedua Mongol (628 H) dan kejatuhan Baghdad (656 H) telah pun terjadi dan meninggalkan kesan yang amat parah kepada umat Islam di luar Mesir. Selepas beliau menaiki tahta Mesir pula, Halab jatuh ke tangan Mongol pada Safar 658 H dan Damsyik jatuh pada Rabi’ul Awal 658 H menjadikan keadaan di luar Mesir bertambah gawat. Kejatuhan Palestina keseluruhannya juga terjadi pada masa yang sama. Mesir berbatasan dengan Palestina di sebelah timur Mesir pada Kota Gaza.
Demikianlah kita melihat Qutuz terbebani dengan satu masalah yang cukup berat. Sasaran Mongol seterusnya adalah Mesir sedangkan Mesir tidak bersedia untuk menambah masalah baru disamping masalah-masalah internal dan eksternal yang sudah ada.
Sikap yang ditunjukkan oleh Qutuz amat membanggakan umat Islam pada ketika itu. Sikap itu terus menerus menjadi puncak kepada keagungannya pada pandangan mata umat sepanjang zaman. Qutuz mengambil keputusan untuk menghadapi Mongol dan tidak akan lari sebagaimana yang dilakukan oleh sebagian umat Islam. Dia juga mengambil sikap tidak akan mengulurkan perdamaian kepada Mongol sebagai mana yang menjadi pilihan sebagian Raja-raja Islam ketika itu.
TIGA LANGKAH AWAL yang JENIUS
Qutuz mengambil tiga langkah awal sebelum melancarkan peperangan ke atas Mongol. Ketiga-tiga langkah ini dilihat amat berkesan dan menjadi sumber kekuatan kepada Tentara Islam pada ketika itu.
Langkah pertama yang diambil oleh Qutuz adalah mengembalikan kestabilan keadaan internal Mesir. Beliau memanggil golongan istana, pembesar-pembesar, menteri-menteri, ulama’-ulama’ dan golongan berpengaruh di dalam masyarakat. Beliau berkata kepada mereka: “Apa yang aku inginkan dari jabatan ini hanyalah agar kita bersatu untuk melawan Mongol. Urusan itu tidak mampu diselesaikan tanpa Raja. Apabila kita berhasil keluar dari masalah ini dan mengalahkan Mongol, urusan ini terletak di tangan kamu semua. Pilihlah siapa saja yang kamu kehendaki untuk menjadi pemerintah.” Ucapan Qutuz tersebut telah meredakan ketamakan sebagian dari pembesar yang berniat untuk merampas tahta Mesir dari tangan Qutuz.
Di masa yang sama beliau telah memecat Menteri, Ibnu binti al-A’az dan menggantikannya dengan Zainuddin Ya’kub bin Abd Rafi’. Ini kerana beliau lebih meyakini kesetiaan Zainuddin Ya’kub daripada Ibnu binti al-A’az. Kemudian beliau mengekalkan Farisuddin Aqtai as-Soghir sebagai panglima Tentara walau pun beliau adalah pendukung Mamalik Bahriah.
Langkah kedua yang telah dilakukan oleh Qutuz adalah memberikan pengampunan kepada semua pendukung Mamalik Bahriah. Perselisihan yang terjadi sebelum ini yang berpuncak dari pembunuhan Raja Izzuddin Aibak ingin segera dihentikan oleh Qutuz.
Mamalik Bahriah mempunyai pengalaman yang luas di dalam medan peperangan. Di antara kehebatan yang pernah mereka tunjukkan adalah kemenangan mereka di dalam Perang Mansurah (salah satu siri perang Salib) pada tahun 648 H.
Pengampunan itu telah berhasil membujuk mereka yang telah keluar meninggalkan Mesir untuk kembali ke Mesir. Rombongan pendukung Mamalik Bahriah(termasuk Baybars) kembali berduyun ke Mesir dari bumi Syam, Karak (di Jordan sekarang) dan bumi kerajaan Turki Saljuk. Dengan itu Mesir berhasil mendapatkan kembali kekuatan tentaranya.
Langkah ketiga yang diambil oleh Qutuz adalah mengusahakan penyatuan kembali antara Mesir dan Syam. Seperti yang diceritakan sebelum ini, Raja Damsyik dan Halab (sebagian dari bumi Syam) iaitu Raja Nasir al-Ayubi telah melakukan perjanjian damai dengan Mongol. Perjanjian itu tidak berhenti dengan memohon perdamaian, bahkan Raja Nasir al-Ayubi pergi lebih jauh dari itu dengan meminta bantuan Mongol untuk menjatuhkan Mesir.
Qutuz menulis surat kepada Raja Nasir al-Ayubi(keturunan keluarga Al Ayubi) memohon penyatuan Mesir dengan Syam. Bahkan beliau menyatakan kesanggupannya untuk duduk di bawah Raja Nasir al-Ayubi. Malangnya surat tersebut tidak digubris.
Tetapi apabila Damsyik dan Halab ditawan oleh Mongol dan selepas Raja Nasir al-Ayubi lari menyelamatkan diri ke Karak, Tentara Syam telah bergerak menuju ke Mesir dan bergabung dengan Tentara Mamalik. Kesatuan ini menambahkan lagi kekuatan Mesir dan memberikannya satu semangat yang cukup kuat untuk berhadapan dengan Mongol.
Ketiga-tiga langkah ini telah memberikan Mesir satu kekuatan baru pada awal tahun 658 H. Di sini tampaklah kepada kita kecekatan dan kesungguhan Qutuz. Ketiga-tiga langkah awal yang mungkin memerlukan masa yang panjang untuk dicapai, telah berhasil diselesaikan oleh Qutuz dalam masa tidak sampai tiga bulan saja dari masa beliau menaiki tahta Mesir.
Disimpulkan bahawa keadaan dunia Islam pada awal tahun 658 H adalah:
a. Mesir berhasil mendapatkan kembali kekuatannya
b. Baghdad, Halab/Aleppo dan Damsyik/Damaskus jatuh ke tangan Mongol disamping negara-negara lain yang telah jatuh sebelumya (Daulah al-Khowarizmiah, Daulah Arminiah, Daulah Karjiah)
c. Palestina keseluruhannya jatuh ke tangan Mongol termasuk Gaza yang terletak hanya 35 kilometer dari batasan Mesir
SURAT ANCAMAN HULAGHU KHAN
Hulaghu Khan pemimpin Mongol mengirim utusan ke Qutuz dan meminta Qutuz menyerah saja daripada dihancur leburkan dan dibantai seperti yang dialami kaum muslimin di Baghdad, Iraq pada tahun 1258 M.
Ketika itu Mesir masih lagi di peringkat awal untuk mempersiapkan dirinya, empat orang wakil Hulaghu telah datang memberikan surat perutusan dari beliau. Wakil tersebut datang beberapa hari selepas kejatuhan Halab (Safar 658 H), yaitu hanya tiga bulan selepas Qutuz menaiki tahta Mesir (Zulqaedah 657 H).
Surat tersebut telah melecehkan kekuatan tentara Islam dan memberikan 2 pilihan kepada mereka; menyerah atau berperang. sebagian dari pembesar pada masa itu awalnya merasa takut dan ingin menarik diri karena persiapan(wilayah n jumlah pasukan) Mesir pada waktu itu masih tidak seberapa jika dibandingkan dengan Mongol yang menguasai satu kawasan jajahan yang cukup luas (dari Korea ke Polandia hari ini).

Wilayah Mamluk yang sangat kecil dibanding Wilayah Imperium Mongol.
Pameo yang terkenal di dunia pada saat itu “jika kamu mendengar Mongol dikalahkan, jangan percaya” Hal ini terjadi karena saking nggak pernah kalahnya Pasukan Mongol setiap bertempur
Qutuz mengumpulkan pembesar-pembesar dan panglima-panglima perangnya lalu berkata kepada mereka:
“Wahai pimpinan muslimin! Kamu diberi gaji dari Baitul 
Mal sedangkan kamu tidak suka berperang. Aku akan pergi berperang. 
Barangsiapa yang memilih untuk berjihad, temannya aku. Barangsiapa yang 
tidak mau berjihad, pulanglah ke rumahnya. Allah akan memerhatikannya. 
Dosa kehormatan muslimin yang dicabuli akan ditanggung oleh orang yang 
tidak turut berjihad.”
Kata-kata beliau telah menyentak dan menyadarkan kembali 
pembesar-pembesar Mesir ketika itu. Mereka bukan berhadapan dengan dua 
pilihan yang diberikan oleh Hulaghu, tetapi mereka berhadapan dengan 
pilihan yang diberikan oleh Allah terhadap mereka. Jihad pada ketika itu
 adalah fardhu ain dan mereka tidak ada pilihan selain dari itu.
Surat Hulagu Khan ini berbunyi :
Dari Raja Di Raja di Timur dan Di Barat, Khan Yang Agung Kepada Qutuz si Mamluk yang lari dari pedang-pedang kami!
Kamu seharusnya berpikir mengenai 
apa yang telah berlaku ke atas negara-negara yang lain dan menyerah 
kepada kami. Kamu telah mendapat kabar berita bagaimana kami telah 
menghancurkan kekhalifahan yang begitu besar, menyucikan bumi ini dari 
kerusakan yang mencacatkannya. Kami telah menawan kawasan yang luas dan 
membunuh semua manusia dengan kejam. Kamu tidak akan terlepas dari 
kerakusan dan kekejaman tentara kami!
Ke mana lagi kamu ingin lari? Jalan 
mana lagi yang kamu akan gunakan untuk melepaskan diri dari kami? 
Kuda-kuda kami berlari kencang, anak-anak panah kami tajam, 
pedang-pedang kami bagaikan guruh yang menakutkan, hati-hati kami keras 
bagaikan gunung, laskar-laskar kami banyak tak terbilang. 
Benteng-benteng kukuh tidak akan dapat menghalang kami, senjata-senjata 
tidak akan dapat membendung kami. Doa kamu tidak akan membawa apa-apa 
pengaruh ke atas kami. Kesedihan dan ratapan tidak kami pedulikan. Hanya
 mereka yang merayu untuk perlindungan kami akan selamat.
Bersegeralah dalam membalas surat 
ini sebelum api peperangan bermula. Jika kamu melawan, maka barang pasti
 kamu akan menderita dan tersiksa dengan kehancuran yang dahsyat. Kami 
akan menghancurkan masjid-masjid kamu dan memperlihatkan kelemahan Tuhan
 kamu. Kemudian kami akan membunuh anak-anak kamu dan orang-orang tua di
 kalangan kamu.
Kini, hanya kamulah satu-satunya musuh yang perlu kami hadapi.
Setelah menerima surat tersebut, Saifuddin Qutuz tidak gentar 
sedikitpun. Malah beliau dengan berani menghina delegasi tersebut dan 
membunuh mereka dan kepala mereka di gantung di pintu kota Mesir.
(Nota : Islam tidak membenarkan membunuh delegasi asing yang diutuskan. Kebanyakan ahli sejarah menyatakan bahwa tujuan kedatangan delegasi tersebut bukanlah sekadar menghantarkan surat Hulagu Khan semata- mata, tetapi telah bertindak sebagai mata- mata tentara Mongol Hal ini biasa dilakukan Mongol sebelum berperang seperti yang mereka lakukan-mata2- terhadap Hongaria oleh Jenderal Subotai).(3)
(Nota : Islam tidak membenarkan membunuh delegasi asing yang diutuskan. Kebanyakan ahli sejarah menyatakan bahwa tujuan kedatangan delegasi tersebut bukanlah sekadar menghantarkan surat Hulagu Khan semata- mata, tetapi telah bertindak sebagai mata- mata tentara Mongol Hal ini biasa dilakukan Mongol sebelum berperang seperti yang mereka lakukan-mata2- terhadap Hongaria oleh Jenderal Subotai).(3)
FATWA “SULTHANUL AULIYA” IZZUDIN bin ABDIS SALAM AL HANAFI dalam Masalah 
Pajak untuk Biaya Perang
Selesai dari masalah surat Hulaghu, Qutuz berhadapan dengan satu 
masalah lain yaitu sumber keuangan untuk mempersiapkan Mesir menghadapi 
peperangan. biaya yang besar diperlukan untuk memperbaiki benteng, 
jembatan, membeli senjata dan peralatan perang serta bekalan makanan 
yang mencukupi untuk tentara dan rakyat jika Mesir dikepung oleh Mongol.
 Dalam keadaan Mesir yang dilanda dengan krisis politik dan ekonomi 
ketika itu, Qutuz tidak mempunyai waktu yang banyak untuk menyelesaikan 
masalah itu setelah surat ancaman Hulaghu sampai kepadanya memberikan 
isyarat bahwa serangan Mongol akan datang sewaktu-waktu. Mongol sudah 
berada di perbatasan Mesir.
Qutuz memanggil para pembesar negara lalu melakukan musyawarah. 
Pilihan yang ada pada mereka adalah untuk meminta bantuan uang dari 
rakyat jelata. Hal ini perlu dilakukan segera. Mereka tidak ada pilihan 
selain dari itu. Tetapi pilihan ini memerlukan satu fatwa dikeluarkan 
oleh ulama’ Islam karena umat tidak pernah kenal ada cukai/pajak lain 
selain dari zakat(4).
 Tanpa fatwa tersebut, Qutuz tidak akan melakukannya karena 
menyelesaikan masalah dengan jalan yang tidak syar’i hanya akan 
menyebabkan Mesir ke dalam masalah lain yang mungkin lebih besar. 
Syariat adalah batas bagi segala-galanya.
Di antara yang dipanggil untuk turut serta di dalam musyawarah 
tersebut adalah seorang ulama’ bernama al-Izz bin Abdis Salam (lebih 
dikenali sebagai Izzuddin Abdis Salam). Beliau lahir pada tahun 577 H. 
Ketika musyawarah tersebut umurnya sudah mencapai 81 tahun. Ibnu Daqiq 
al-Ied menggelarnya sebagai “Sulthanul Auliya” Sultan kepada semua 
ulama’.
Gelaran ini diberikan karena sifat beliau yang amat tegas di dalam 
menasihati para pemerintah dan panglima perang ketika perang Salib 
sedang terjadi. Beliau bukan sahaja memberikan fatwa di dalam masalah 
ibadah tetapi juga turut campur tangan di dalam memberikan fatwa di 
dalam masalah politik dan peperangan.
Beliau pernah dipenjarakan di Damsyik dan di Quds karena kelantangan 
fatwanya terhadap pemimpin Islam yang mengkhianati umat Islam dan 
melakukan perjanjian dengan Tentara Salib. Setelah dibebaskan oleh Raja 
Shalih Najmuddin Ayub, raja Mesir ketika itu, beliau berpindah ke Mesir 
dan menjadi Mufti Mesir setelah sebelum ini menjadi Mufti di Palestina 
dan Syam.
Ketika Qutuz mengumumkan agar dilakukan pajak dari rakyat jelata, 
Izzuddin Abdis Salam mengeluarkan satu fatwa yang cukup tegas. Beliau 
berkata:
“Apabila negara Islam diserang, wajib ke atas dunia Islam untuk memerangi musuh. Harus diambil dari rakyat jelata harta mereka untuk membantu peperangan dengan syarat tidak ada harta langsung di dalam Baitul Mal. Setiap kamu (pihak pemerintah) pula hendaklah menjual semua yang kamu miliki dan tinggalkan untuk diri kamu hanya kuda dan senjata. Kamu dan rakyat jelata adalah sama di dalam masalah ini.”
“Apabila negara Islam diserang, wajib ke atas dunia Islam untuk memerangi musuh. Harus diambil dari rakyat jelata harta mereka untuk membantu peperangan dengan syarat tidak ada harta langsung di dalam Baitul Mal. Setiap kamu (pihak pemerintah) pula hendaklah menjual semua yang kamu miliki dan tinggalkan untuk diri kamu hanya kuda dan senjata. Kamu dan rakyat jelata adalah sama di dalam masalah ini.”
Ada pun mengambil harta rakyat sedangkan pimpinan tentara memiliki harta dan peralatan mewah, maka hal ini adalah tidak harus.”
Fatwa yang cukup tegas ini disambut juga dengan ketegasan oleh Qutuz.
Beliau memerintahkan semua pembesar negara dan pimpinan perang agar 
menyerahkan semua yang mereka miliki kepada negara. Hasil yang 
menakjubkan; Mesir adalah negara yang kaya. Tetapi kekayaan tersebut 
telah disalahgunakan oleh sebagian pimpinan pada masa itu. Penyerahan 
harta dari pembesar negara telah disambut oleh rakyat jelata. Mereka 
mula menyumbangkan harta masing-masing untuk memenuhi tuntutan biaya 
perang. Semua turut serta di dalam memberikan sumbangan. Fatwa Izzudin 
bin Abdis Salam benar-benar dapat menyelesaikan masalah tersebut dengan 
segera.
KEJUTAN DARI QUTUZ; MENYERANG MONGOL BUKAN BERTAHAN di MESIR
Mesir sudah bersedia untuk menghadapi Mongol. Segala daya dan upaya 
telah diambil oleh Qutuz. Qutuz berhasil menaikkan semangat rakyat 
Mesir. Qutuz berhasil memadamkan perselisihan di antara pembesar Islam. 
Qutuz berhasil mendamaikan antara Mamalik Bahriah dan Mamalik 
Muizziah/Burji. Qutuz berhasil menyatukan antara Mesir dan Syam, dua 
wilayah Islam yang kuat. Qutuz berhasil mengecilkan Mongol pada 
pandangan umat Islam. Qutuz berhasil membersihkan jiwa pembesar dan 
rakyat. Qutuz berhasil membersihkan uang-uang haram dan melancarkan 
jihad dengan menggunakan uang yang halal.
Dengan kekuatan tersebut Qutuz memilih untuk melakukan tindakan yang 
cukup berisiko. Beliau telah memberikan pandangannya di dalam musyawarah
 dengan pimpinan pasukan untuk mereka keluar menyerang Mongol di bumi 
Palestina dan mengubahnya dari rencana asal yaitu menunggu serangan 
Mongol di Mesir. 
Pandangan ini amat mengejutkan para pimpinan pasukan 
sehingga sebagian dari mereka agak gamang dan terkejut setelah mendengar
 pandangan tersebut. Perundingan terus berjalan dan Qutuz menerangkan 
kepada mereka maksud pilihannya itu.
Qutuz menegaskan beberapa poin penting yang mungkin tidak disadari 
oleh sebagian pimpinan pasukan akibat terlalu lama berada dalam krisis 
politik.
a. Keselamatan Mesir bukan terletak di Kaherah/Qahira/Kairo tetapi 
sebaliknya bermula dari batasan Mesir di sebelah timur. Dengan itu usaha
 untuk menyelamatkan perbatasan Mesir – Palestina mesti dilakukan dari 
awal yaitu dengan cara menyerang Mongol di Palestina.
b. Berperang di luar Mesir memberikan Mesir kelebihan; yaitu mereka 
masih lagi ada peluang kembali ke Mesir untuk menyusun strategi kembali 
jika nanti kalah di Palestina. Tetapi jika mereka kalah di dalam bumi 
Mesir, mereka tidak mempunyai peluang tersebut. Sebaliknya Mongol dengan
 mudah dapat terus menerobos ke Kaherah, ibu kota negara Mesir.
c. Pasukan Islam mesti melakukan kejutan ke atas musuh dengan cara 
mereka yang menentukan tempat dan waktu untuk berperang. Dengan itu 
mereka berada dalam keadaan cukup siap untuk berperang dalam keadaan 
musuh tidak siap sepenuhnya.
d. Mesir bertanggungjawab bukan saja ke atas keselamatan Mesir tetapi
 juga ke atas keselamatan bumi-bumi Islam yang lain. Jihad 
mempertahankan negara Islam yang dijajah adalah fardhu ke atas negara 
tetangga jika negara yang dijajah itu tidak mampu mempertahankan 
dirinya.
e. Umat Islam mempunyai kewajiban untuk menyerang dan membuka negara 
Mongol lalu menawarkan kepada mereka Islam atau jizyah/upeti. Apakah 
lagi jika sekiranya pasukan Mongol berada di bumi Islam, kewajiban untuk
 membuka yang dijajah oleh Mongol tersebut lebih wajib lagi daripada 
menyerang negara Mongol sendiri.
Setelah perbincangan yang panjang, akhirnya keputusan diambil bersama. pasukan Islam akan bergerak menuju ke bumi Palestina dan menyerang Mongol di sana.
Setelah perbincangan yang panjang, akhirnya keputusan diambil bersama. pasukan Islam akan bergerak menuju ke bumi Palestina dan menyerang Mongol di sana.
PERJANJIAN DAMAI antara ISLAM – SALIB di AKKA/ACRE/ACCO
Untuk sampai ke tempat yang sesuai dijadikan medan perang di 
Palestina, pasukan Islam terpaksa melalui Kota Akka. Kota Akka pada 
ketika itu masih lagi di bawah jajahan pasukan Salib sejak tahun 492 H. 
Mereka telah berada di Akka selama 166 tahun. Terdapat generasi pasukan 
Salib di Kota tersebut.
pasukan Salib berada dalam keadaan yang cukup lemah di Akka. 
Kelemahan ini hasil dari keletihan peperangan yang mereka terpaksa 
hadapi dari pasukan Shalahudin Al Ayyubi sebelum ini. Pembebasan Al Quds
 terjadi pada tahun 643 H. Peperangan Mansurah terjadi pada tahun 648 H.
 Selepas peperangan tersebut, banyak pasukan Salib yang dijadikan 
tawanan termasuk King Louis IX, Raja Perancis.
Walau pun begitu, untuk membebaskan Akka dari pasukan Salib tidaklah 
semudah yang disangkakan. 
Benteng terkuat pasukan Salib adalah di Akka. 
Banyak cobaan termasuk cobaan oleh Shalahudin al-Ayyubi untuk 
membebaskan Akka menemui kegagalan sebelum ini. Ini termasuk kemungkinan
 akan terjadi sekali lagi kesepakatan di antara pasukan Mongol dan 
pasukan Salib yang akan menguatkan kembali Akka.
Langkah yang diambil oleh Qutuz adalah melakukan perjanjian damai 
sementara dengan pemerintah Salib di Akka. Perjanjian damai ini akan 
berakhir apabila peperangan menentang Mongol selesai. Langkah ini 
diambil oleh Qutuz di atas beberapa pertimbangan:
a. Memerangi pasukan Salib dan pasukan Mongol serentak akan menghilangkan tumpuan pasukan Islam dan melemahkan mereka.
b. Mongol adalah masalah utama ketika itu Qutuz menghantar utusannya 
untuk menawarkan perjanjian damai. Beberapa syarat diberikan oleh Qutuz 
kepada pasukan Salib yang menunjukkan bahwa Islam sebenarnya berada di 
posisi kuat ketika melakukan perjanjian dan bukan di posisi lemah. Ia 
tidak boleh disamakan dengan perjanjian yang terjadi di antara sebagian 
pihak yang mewakili Palestina sekarang dengan Yahudi penjajah.
Wakil Qutuz menawarkan kepada penduduk Akka keamanan. Mereka juga 
menawarkan akan menjual kuda-kuda pasukan Mongol dengan harga yang murah
 kepada penduduk Akka jika mereka berhasil menjatuhkan Mongol. Tawaran 
ini amat menarik bagi penduduk Akka yang memang kekurangan kuda. 
Kuda-kuda Mongol terkenal di zaman itu sebagai kuda yang kuat.
Tetapi di masa yang sama, wakil Qutuz mengenakan syarat bahwa Akka 
perlu memberikan bantuan makanan dan apa-apa yang diperlukan oleh 
pasukan Islam sepanjang mereka berada di Palestina. Wakil Qutuz juga 
memberikan peringatan keras kepada pasukan Salib di Akka bahwa jika 
terjadi sebarang pengkhianatan di pihak pasukan Salib, pasukan Islam 
akan meninggalkan peperangan melawan Mongol dan menumpukan sepenuh 
tenaga mereka kepada pasukan Salib sehingga Akka berhasil dibebaskan.
Di pihak pasukan Salib, mereka sebenarnya tidak mempunyai pilihan 
yang lebih baik dari menerima tawaran tersebut. Menolak tawaran 
perjanjian damai akan menaikkan kemarahan pasukan Islam dan kemungkinan 
akan membawa kepada kejatuhan Akka. Dengan itu Akka dengan segera 
menerima perjanjian damai sementara itu.
Sehingga Qutuz dan pasukan Islam ke Palestina untuk berhadapan dengan Mongol kini terbuka
PEMEBERSIHAN SHAF PASUKAN MUSLIMIN dari MUNAFIKIN
Kini peperangan benar-benar berada di ambang mata. Peperangan dahsyat
 benar-benar akan terjadi. Kejutan terjadi kepada sebagian pasukan yang 
pada awalnya menyangka bahwa usaha Qutuz tersebut hanyalah usaha 
menaikkan semangat. Ketakutan menyelubungi mereka karena Mongol adalah 
kekuatan gila yang tidak pernah dikalahkan. pasukan Salib tidak segila 
itu. Bahkan pada zaman itu meniti dari mulut ke mulut satu mitos yang 
diterima oleh semua orang pada masa itu
˜jika kamu mendengar Mongol dikalahkan, jangan percaya”.
˜jika kamu mendengar Mongol dikalahkan, jangan percaya”.
Mereka lari meninggalkan pasukan Islam. sebagiannya lari ke bumi 
Hijaz. Ada yang lari ke Yaman. Ada juga yang lari jauh sehingga ke 
Maroko/Morocco. Hasil dari itu pasukan Islam benar-benar bersih dari 
jiwa-jiwa yang kotor. Yang turut berperang adalah mereka yang 
benar-benar jelas azam/niatnya, kuat dan berani menanggung segala 
risiko. Mereka bersedia untuk syahid di jalan Allah.
Pasukan muslimin berada di puncak persiapan perang. Segala-galanya 
telah disiapkan oleh Qutuz, Raja yang menyerahkan kehidupannya untuk 
agama Allah. Usaha yang bermula dari Dzulkaedah 657 H sehingga ke 
Sya’ban 658 H itu (tidak sampai 10 bulan) telah benar-benar membuahkan 
hasilnya.
Kini pasukan Islam sudah benar-benar bersiap sedia untuk menghadapi Mongol.
Sya’ban 658 H: KE BUMI PALESTINA UNTUK MENUMBANGKAN MONGOL
Pergerakan pasukan Islam bermula pada bulan Sya’ban 658 H. Ia 
bersamaan bulan Juli 1260 M. Bulan Juli adalah musim panas. Mengarungi 
padang pasir di dalam musim panas bukanlah suatu yang mudah. Ditambah 
pula mereka akan menghampiri bulan Ramadhan. Tetapi Qutuz tidak 
menangguhkan langsung operasi tersebut.
Pasukan Islam dilatih di Kaherah/Kairo, Asyut, Iskandariah dan 
Dimyat. Pada kamp-kamp latihan tersebut mereka berkumpul di Shalahiah 
yang terletak di Syarqiah, Mesir sekarang ini. Dari situ mereka bergerak
 ke sebelah timur dan kemudian naik ke utara menuju ke Arisyh. Itulah 
Kota pertama mereka berteduh setelah mengarungi padang pasir dari 
Sholahiah.
Dari Arisyh mereka menuju ke Gaza yang berada di bawah penguasaan Mongol.Qutuz telah membagikan pasukannya kepada dua kumpulan.
Kumpulan pertama agak kecil jika dibandingkan dengan kumpulan kedua. 
Kumpulan pertama ini diketuai oleh panglima Islam yang hebat, Ruknuddin 
Baibras/Baybars/Bibris. Kumpulan ini berjalan terpisah agak jauh dari 
kumpulan kedua. Kumpulan pertama ini berjalan mennampakkan dirinya 
manakala kumpulan kedua berjalan dengan perlahan dan menyembunyikan 
diri. Ini adalah antara taktik perang yang dilakukan oleh Qutuz untuk 
mengelabui mata musuh agar musuh ceroboh di dalam menghitung kekuatan 
pasukan Islam.
KEMENANGAN di GAZA
Pada 26 Juli 1260 M, Baibras sudah berhasil melewati perbatasan Mesir
 – Palestina. Dia berhasil melewati Rafah, Khan Yunus dan Dir Balah. 
Kini dia berada terlalu hampir dengan Kota Gaza.
Pasukan Mongol berhasil mengetahui pasukan Baibras. Mereka menyangka 
bahwa pasukan itu adalah keseluruhan pasukan Islam tanpa mengetahui 
tentang kewujudan pasukan kedua pasukan Islam yang berada jauh dari 
Gaza. Berita tersebut sampai kepada pasukan Mongol. Ketika itu pasukan 
utama Mongol di bawah pimpinan Katabgha masih jauh dari Gaza. Mereka 
berada di bumi Lubnan/Lebanon, 300 kilometer dari Gaza. Dengan itu 
mereka menyambut satu pasukan yang tidak begitu besar untuk menghadapi 
pasukan Islam.
Berlakulah pertempuran di antara dua pasukan tersebut. Kali pertama 
setelah puluhan tahun, pasukan Islam menang di dalam pertempuran melawan
 Mongol. Terbunuh di dalam peperangan tersebut sebagian pasukan Mongol. 
pasukan yang selamat melarikan diri menyampaikan berita tersebut kepada 
Katabgha.
Marah bercampur terkejut. Itulah reaksi Katabgha dan pasukan Mongol 
ketika mendengar berita kekalahan mereka. Sebelum ini mereka sudah 
terbiasa membunuh orang Islam tanpa mendapat perlawanan sengit. Mereka 
juga sudah terbiasa dengan beberapa Raja Islam yang menghinakan diri 
memohon perdamaian dari mereka. Di luar sangkaan mereka, masih ada lagi 
pasukan Islam yang berani melawan mereka dan mampu mengalahkan mereka. 
Ini adalah pengalaman baru bagi Mongol.
Di pihak pasukan Islam, kemenangan itu menaikkan semangat mereka 
untuk terus berjihad. Mereka tidak lagi menoleh ke belakang. Sebaliknya 
mereka akan terus ke hadapan sehingga ke kehancuran Mongol.
PEMILIHAN LOKASI PEPERANGAN: WADI AIN JALUT
Pasukan Islam terus bergerak dari Gaza melepasi Asqalan dan Yafa. 
Dari situ mereka singgah sebentar di Akka dan berjumpa dengan pimpinan 
pasukan Salib di Akka untuk memastikan perjanjian masih lagi dipatuhi 
oleh mereka.
Seterusnya Qutuz dan pasukan Islam bergerak meninggalkan Akka menuju ke Ain Jalut. Di manakah Ain Jalut?
Seterusnya Qutuz dan pasukan Islam bergerak meninggalkan Akka menuju ke Ain Jalut. Di manakah Ain Jalut?
 Pergerakan pasukan Mamluk (warna pink) dari arah Mesir dan Pergerakan pasukan Mongol (merah) dari utara.
Pergerakan pasukan Mamluk (warna pink) dari arah Mesir dan Pergerakan pasukan Mongol (merah) dari utara.
Ain Jalut terletak tidak jauh dari perkemahan Janin sekarang ini. Ia 
terletak di antara Kota Bisan dan Nablus. Ia terletak 65 kilometer dari Hittin/Hattin(5), medan peperangan Hittin yang terjadi pada tahun 583 H. Ia terletak 60 kilometer dari Yarmuk, medan peperangan Yarmuk(6),
 yang terjadi enam abad sebelumnya. Kedudukannya banyak mengembalikan 
memori pasukan Islam kepada kemenangan pasukan Islam sebelum itu.
Ia dipilih karena ia adalah kawasan lapang yang luas dan dikelilingi oleh bukit kecuali di bagian utaranya. Bukit-bukit tersebut dipenuhi pohon-pohon yang memudahkan pasukan Islam untuk bersembunyi. Satu pasukan kecil di bawah pimpinan Baibras diletakkan di bagian utara sementara pasukan yang lain bersembunyi di balik pepohonan.
Kedua belah pihak berkemah di tanah suci Palestina pada bulan Juli 1260 dan akhirnya berhadapan di Ain Jalut pada tanggal 3 September 1260/25 Ramadhan 658 H dengan kekuatan yang hampir sama yaitu ± 20.000 pasukan.
Semua berada dalam keadaan siap sedia menanti kedatangan Katabgha dan pasukan Mongol.
Bertemunya
 2 Pasukan di Ain Jalut, Sahil Zir’in atau Jezreel Valley(arsiran 
kuning). Medan tempur dikelilingi perbukitan kecuali di arah barat dan 
sedikit di Timur ke arah danau Tiberias(hijau kebiruan atas kanan).
24 Ramadhan 658 HKetika Qutuz dan pasukan Islam 
sudah pun berada di bumi Ain Jalut, datang sejumlah sukarelawan dari 
Palestina. Sebelum ini mereka menyembunyikan diri dari medan peperangan.
 Kesungguhan Qutuz dan qudwah yang ditunjukkan oleh beliau telah 
menghilangkan ketakutan mereka.Di samping itu, medan Ain Jalut juga 
dipenuhi dengan petani-petani, kanak-kanak dan wanita. sebagiannya ada 
yang telah tua dan uzur. Kesemuanya keluar untuk memberikan bantuan 
dalam bentuk yang mereka mampu. Qutuz benar-benar berhasil menggerakkan 
umat Islam kembali ke medan jihad.Di hari yang sama, datang seorang 
utusan kepada pasukan Islam dan memohon untuk bertemu dengan Qutuz. Dia 
memperkenalkan dirinya sebagai wakil Sorimuddin Aibak, seorang muslim 
yang dijadikan tawanan Mongol dan dipaksa mengabdi untuk pasukan Mongol.
 Wakil tersebut berkata bahwa dia membawa beberapa pesanan dari 
Sorimuddin Aibak untuk disampaikan kepada Qutuz.
Pesanan tersebut adalah beberapa pemberitahuan penting untuk pasukan Islam:
a. Pasukan Mongol tidak lagi sekuat sebelum ini. Hulaghu telah 
membawa sebagian pasukan dan panglima perangnya ke Tibriz, Iran karena 
kematian Ogadai Khan. Kekuatan mereka tidak lagi sekuat ketika mereka 
menakluk Syam.
b. Bagian kanan pasukan Mongol lebih kuat dari bagian kiri mereka. 
Dengan itu pasukan Islam hendaklah menguatkan bagian kiri mereka untuk 
menghadapi bagian kanan tersebut.
c. Asyraf al-Ayubi, Raja Hims yang sekarang ini bersama pasukan 
Mongol ingin kembali ke pangkuan pasukan Islam. Mereka akan melakukan 
tipu daya internal agar pasukan Mongol yang bersama mereka dapat 
dikalahkan.
Pemberitahuan ini diterima oleh Qutuz dengan penuh hati-hati, bimbang
 jika sekiranya ia adalah sebagian dari taktik dan tipu daya Mongol.
Semua ini terjadi pada siang 24 Ramadhan 658 H di Ain Jalut.
Lembah yang sering menjadi saksi mata pertempuran2 dahsyat…hingga nanti di akhir zaman
Pada malamnya Qutuz dan pasukan Islam melakukan tahajud dan memohon
 dari Allah demi kemenangan pasukan Islam dalam pertempuran esok hari. 
Malam itu adalah malam 25 Ramadhan dan kemungkinan ia adalah malam 
Lailatul Qadar. Mereka menghabiskan malam mereka dengan tahajud dan doa 
serta menyerahkan diri kepada Allah. Moga-moga Allah menerima mereka 
sebagai hamba-Nya dan memberikan kemuliaan kemenangan atau syahid di 
medan pertempuran esok hari.Moga-moga esok adalah hari di mana mereka 
boleh menebus semula kematian jutaan umat Islam di tangan Mongol.
JUM’AT, 25 RAMADHAN 658 H
Fajar menyingsing tiba. Hari yang dinantikan oleh pasukan Islam dan muslimin yang bersama dengan mereka sudah menjelma. Hari itu adalah hari Jum’at 25 Ramadhan 658 H.
Pasukan Mongol di bawah pimpinan Katabgha tiba dari arah utara. pasukan Islam bersembunyi di sebalik pohon-pohon. Pasukan kecil di bawah Baibras yang pada asalnya berjaga di sebelah utara dan menampakkan diri juga menyembunyikan diri mereka ketika pasukan Mongol tiba.
Qutuz memberikan arahan agar pasukan Islam keluar menampakkan diri secara bertahap, satu katibah(satuan militer dalam pasukan Mamluk) demi satu katibah.

Ilustrasi Pasukan Mamluk dengan Panji hitam
Ketika katibah pertama turun dari bukit dan menghampiri pasukan 
Mongol, Katabgha dan pasukan Mongol terkejut ketakutan. Katibah ini 
turun dengan memakai pakaian berbelang putih dan merah. Keseluruhan 
peralatan senjata mereka dihias cantik. Mereka turun dalam keadaan 
tersusun. Pergerakan mereka sama dan seimbang.
Katabgha bertanya kepada Sorimuddin Aibak: “Pasukan apakah ini?” Sorimuddin menjawab: “Inilah katibah Sanqar ar-Rumi.”
Katabgha bertanya kepada Sorimuddin Aibak: “Pasukan apakah ini?” Sorimuddin menjawab: “Inilah katibah Sanqar ar-Rumi.”
Kemudian turun pula katibah kedua. Katibah ini memakai pakaian 
berwarna kuning dan membawa senjata yang berhias indah. Mereka juga 
turun dalam keadaan tersusun, pergerakan yang sama dan seimbang.
Katabgha bertanya kepada Sorimuddin Aibak: “Pasukan apakah ini?” Sorimuddin menjawab: “Inilah katibah Balban ar-Rasyidi.”
Katabgha bertanya kepada Sorimuddin Aibak: “Pasukan apakah ini?” Sorimuddin menjawab: “Inilah katibah Balban ar-Rasyidi.”
Kemudian turun pula katibah seterusnya dengan memakai pakaian 
berwarna lain. Setiap kali katibah baru turun, Katabgha akan bertanya 
kepada Sorimuddin: “Pasukan apakah ini?” Sorimuddin yang tidak 
mengetahui keseluruhan nama-nama katibah Mamalik mula mereka-reka nama 
tertentu untuk menambahkan ketakutan Katabgha.
Pasukan Mamalik terpecah kepada banyak katibah. Setiap katibah akan 
memakai warna tertentu yang membedakannya dengan katibah lain. Kuda 
mereka akan dihias dengan warna yang sama. Begitu dengan senjata, kemah 
dan bahkan rumah-rumah mereka di Mesir. Semuanya akan diwarnakan dengan 
warna katibah masing-masing.
Semua katibah ini adalah sebagian pasukan Islam yang dipimpin oleh 
Baibras. Induk pasukan yang masih banyak menyembunyikan diri bersama 
Qutuz.
Gendang mula dimainkan oleh pasukan gendang pasukan Islam. Sudah 
menjadi kebiasaan pasukan Mamalik, mereka akan meletakkan satu pasukan 
gendang di medan perang. Mereka memainkan irama yang akan memberikan 
isyarat tertentu kepada pasukan Mamalik.Isyarat tersebut hanya mampu 
dipahami oleh pasukan Mamalik. Setiap pergerakan pasukan akan ditentukan
 oleh gendang tersebut.
Pasukan Baibras sudah berada dekat dengan pasukan Katabgha. Peperangan sudah semakin dimulai.
Serangan Pertama: Bermula Peperangan
Pertempuran pun akhirnya dimulai. Katabgha yang menyangka bahwa 
pasukan Baibras yang kecil itu adalah keseluruhan pasukan Islam telah 
mengarahkan keseluruhan pasukannya untuk masuk ke medan pertempuran. 
Mereka menyerbu masuk dengan jerit pekik yang kuat.
Baibras dan pasukannya berdiri tenang di tempat masing-masing 
menantikan serangan pasukan Mongol yang berjumlah berlipat ganda dari 
bilangan pasukan mereka. Apabila pasukan Mongol sudah dekat kepada 
mereka, Baibras memberikan isyarat kepada pasukannya untuk bergerak ke 
depan.
Pedang bertemu pedang, gendang dipukul bertambah kuat berselang 
seling memberikan kekuatan dengan takbir dari petani-petani yang berada 
di atas bukit. Darah mulai mengalir. Satu demi satu nyawa melayang. 
Walau pun begitu, Baibras dengan bilangan pasukan yang sedikit mampu 
bertahan hingga saat itu. Ketakutan mulai meresap masuk ke dalam diri 
pasukan Mongol. Belum pernah mereka menghadapi kekuatan sedemikian.
Pemilihan pasukan oleh Qutuz memang tepat. Panglima-panglima perang 
yang dipilih untuk berperang sejak awal dengan Mongol dan menghabiskan 
tenaga Mongol adalah panglima perang Mamalik terbaik. Mereka adalah 
panglima yang terlibat sekali di dalam mengukir kemenangan di dalam 
peperangan Mansurah menentang pasukan Salib pimpinan Louis IX. Mereka 
memiliki kemahiran perang yang tinggi.
Qutuz dan induk pasukan masih lagi menanti di sebalik tempat 
persembunyian mereka menyaksikan peperangan tersebut dan menunggu waktu 
yang tepat untuk masuk ke serangan kedua.
Serangan Kedua: Mengepung pasukan Mongol
Masanya sudah tiba untuk Qutuz memberikan instruksi baru. Komando 
seterusnya adalah agar Baibras dan pasukannya berundur secara seimbang 
dan berpura-pura lemah. Taktik ini adalah taktik yang sama digunakan 
oleh pasukan Islam di dalam peperangan Nahawand/Nehavend ketika pasukan 
Islam di zaman Khalifah Umar radhiyallahu anhu membuka Persia. Taktik 
ini digunakan untuk menarik pasukan Mongol yang sudah keletihan masuk ke
 tengah-tengah medan peperangan dan mengepung mereka di situ. 
Sebagaimana yang kita ketahui medan Ain Jalut berbukit di seluruh 
kawasannya kecuali di bagian utara. Kepungan itu agak mudah untuk 
dilakukan jika sekiranya Baibras berhasil menarik pasukan Mongol ke 
tengah medan.
Taktik yang dipakai oleh Sultan Qutuz dan panglima Baibars adalah 
dengan memancing keluar pasukan berkuda Mongol yang terkenal hebat 
sekaligus kejam kearah lembah sempit sehingga terjebak baru kemudian 
pasukan kuda mereka melakukan serangan balik dengan kekuatan penuh yang 
sebelumnya memang sudah bersembunyi di dekat lembah tersebut.
Ia bukanlah taktik yang mudah. Ia memerlukan satu perkiraan yang 
tepat. Terlalu cepat akan menyebabkan musuh menyadari taktik tersebut. 
Terlalu lambat akan menyebabkan kematian pasukan Islam.
Qutuz memberikan instruksi kepada pasukan gendang untuk memberikan 
komando baru ini. Baibras memahami irama gendang tersebut. Dengan cepat 
dia dan pasukannya mulai mundur ke belakang sedkiit demi sedikit dengan 
penuh hati-hati. Mereka berpura-pura mennampakkan keletihan dan 
kelemahan mereka.
Katabgha tertipu. Dia mengarahkan seluruh pasukannya untuk masuk ke 
dalam medan perang tanpa menyadari taktik tersebut. Ini adalah hal yang 
cukup pelik terjadi kepada beliau. Katabgha adalah panglima perang 
Mongol yang mahir. Menjadi panglima perang sejak zaman Genghis Khan. 
Ketika peperangan Ain Jalut, ia berusia lebih 60 tahun atau mungkin 
lebih 70 tahun. Satu usia yang memberikan pengalaman yang tidak sedikit 
berkenaan dengan taktik-taktik perang di zaman itu. Tetapi Allah 
mengatur segala-galanya.
Taktik ini berhasil. pasukan Mongol telah berada dalam kepungan. Pada
 ketika induk pasukan Islam muncul, Katabgha menyadari kesalahannya. Di 
sini tidak ada jalan lain bagi mereka kecuali terus berperang 
mati-matian. Mereka nampak kematian semakin menghampiri mereka.
Serangan Ketiga: Kekuatan bagian Kanan Mongol
Katabgha memberikan arahan agar semua pasukannya berjuang 
mati-matian. Mereka seolah-olah mengamuk dan menggasak pasukan Islam. Di
 sini terbukti kebenaran apa yang dikatakan oleh wakil Sorimuddin Aibak 
berkenaan kekuatan bagian kanan pasukan Mongol. bagian kiri pasukan 
Islam telah dihantam dengan dahsyat oleh mereka. Gugur di kalangan 
pasukan Islam seorang demi seorang sebagai syahid.
Qutuz yang melihat dari atas bukit merasakan kesulitan yang dihadapi 
oleh pasukan Islam. Langkah yang diambil oleh beliau amat menakjubkan. 
Beliau mencampakkan topi besinya lalu menggaungkan ˜wa Islaaamah”. 
Pekikan ini diucapkan oleh beliau sambil beliau turun ke medan perang 
dengan menunggang kudanya. Langkah ini diambil oleh Qutuz untuk 
menaikkan semangat pasukan Islam. Pasukan Islam bertambah semangat 
dengan turunnya Qutuz ke medan perang.
Pasukan Mongol terperanjat dengan kehadiran Qutuz di tengah-tengah 
medan perang. Qutuz memerangi mereka dengan penuh semangat seolah-olah 
beliau tidak sayang akan nyawanya. Beberapa libasan pedang dan tombak 
hampir menemui beliau. Kudanya berhasil ditikam mati oleh pasukan Mongol
 menyebabkan beliau terjatuh. Walaupun begitu beliau meneruskan jihadnya
 dengan berjalan kaki sehingga beliau berhasil mendapatkan kuda bantuan.
Seorang pembesar istana menjerit dan mencelanya karena lambat menaiki
 kuda. Beliau terpikir Qutuz terbunuh lalu dengan itu akan kalahlah 
pasukan Islam. Tetapi Qutuz menjawab: “Ada pun diriku, sesungguhnya ia sedang menuju surga. Ada pun Islam, ia mempunyai Tuhan yang tidak akan membiarkannya.”
KEMATIAN KATABGHA
Dibunuh oleh Jamaludin Aqusy as-Syams. Beliau adalah salah seorang 
panglima perang Mamalik. Pernah berada di bawah Raja Nasir al-Ayyubi. 
Kemudian beliau meninggalkannya setelah melihat pengkhianatan yang 
dilakukan oleh Raja Nasir al-Ayyubi.
Beliau mengejar pasukan Mongol sehingga berhasil masuk ke 
tengah-tengah pasukan tersebut. Di situ beliau melihat Katabgha. 
Jamaluddin tidak menunggu lama. Beliau mengumpulkan seluruh tenaganya 
dan melibas pedangnya ke arah leher Katabgha. Kepala Katabgha berpisah 
dari badan dan tercampak ke tengah medan perang di hadapan pasukan 
Mongol.
Ketakutan makin meningkat melihat kematian Katabgha di hadapan mata 
mereka. pasukan Mongol mula melarikan diri melalui bagian utara Ain 
Jalut. pasukan Islam mengejar mereka.
PERTEMPURAN AKHIR di BISAN dan BERAKHIRNYA KEKUATAN MONGOL
Pasukan Mongol bisa memecahkan kepungan pasukan Islam. Mereka 
melarikan diri sejauh 20 kilometer dan berhenti di Bisan. pasukan Islam 
terus mengejar mereka.
Berlaku pertempuran yang lebih sengit. Kali ini pasukan Mongol 
benar-benar menggila untuk memastikan mereka terus hidup. Qutuz berada 
di tengah-tengah medan peperangan memberikan semangat kepada pasukan 
Islam. Beliau melaungkan: “Wa Islaamah. Wa Islaamah. Wa Islaamah. Ya Allah bantulah hambamu, Qutuz untuk menghancurkan Mongol.”
Akhirnya kemenangan berpihak kepada pasukan Islam. Mereka berhasil 
mematahkan mitos bahwa Mongol tidak akan dikalahkan kapanpun jua.
Medan peperangan kembali sunyi. Tidak ada lagi bunyi gendang. Tidak 
ada lagi jeritan Mongol. Tidak ada lagi takbir para petani. Tidak ada 
lagi bunyi libasan pedang. Mayat-mayat pasukan Mongol mati 
bergelimpangan dalam bentuk yang mengerikan. Qutuz berjalan di tengah 
medan perang yang sudah sunyi melihat hasil peperangan selama sehari di 
bulan Ramadhan.
KESUDAHAN YANG BAIK BUAT RAJA YANG HEBAT
Qutuz sujud ke bumi mensyukuri kemenangan tersebut. Beliau dan 
pasukannya berhasil membunuh kesemua pasukan Mongol. Tidak ada seorang 
pun dari pasukan Mongol yang berhasil melepaskan diri mereka 
hidup-hidup. Semuanya mati dibunuh oleh pasukan Islam dan oleh penduduk 
lokal yang memang dendam pada Mongol.
Kehormatan umat Islam berhasil dikembalikan. Kematian jutaan umat 
Islam berhasil dibalas oleh Qutuz. Beliau seorang pemimpin hebat yang 
berhasil menciptakan satu sejarah untuk dibanggakan oleh umat Islam 
sepanjang zaman. 10 bulan sudah cukup bagi Qutuz untuk menjatuhkan 
Mongol yang merajalela di bumi Islam selama lebih 40 tahun.
Sekembalinya beliau dari medan perang Ain Jalut yaitu dalam 
perjalanannya kembali ke Mesir, beliau ditikam dan terbunuh oleh para 
Emir(gubernur) di Shalihiya oleh Emir Badruddin Baktut, Emir Ons, and 
Emir Bahadir al-Mu’izzi. Beliau rahimahullah dimakamkan di Al Qusayr di 
Kairo/Qahira. Sultan Qutuz memerintah Mesir hanya 1 tahun. Beliau 
dikenal sebagai sultan pemberani, shalih, rendah hati dan berbudi luhur 
seperti Sultan Shalahuddin Al Ayyubi yang hidup 2 abad sebelumnya.
nota:
1). Jihad dalam islam ada 2 yaitu Tulab/Menyerang dan Difa’/defense/bertahan seperti di Palestina sekarang
2). Kesultanan Mamluk merupakan Kesultanan yang dibangun di atas kekuatan bukan keturunan. Siapa yang memiliki kemampuan dan kekuatan maka akan menjadi Sultan, sehingga Sultan yang berkuasa sering berganti-ganti dan sering terjadi pembunuhan para Sultan.
3). Jenderal terhebat Mongol dan termasuk Jenderal yang tidak pernah kalah dalam pertempuran, setara dengan Khalid bin Walid dalam kejeniusan.
4) Imam Asy Syathibi dalam Kitab Al I’tisham memasukkan hal ini dalam hal mashalih mursalah ketika pemerintah menarik pajak dari rakyatnya pada suatu waktu tertentu bukan untuk selamanya.
2). Kesultanan Mamluk merupakan Kesultanan yang dibangun di atas kekuatan bukan keturunan. Siapa yang memiliki kemampuan dan kekuatan maka akan menjadi Sultan, sehingga Sultan yang berkuasa sering berganti-ganti dan sering terjadi pembunuhan para Sultan.
3). Jenderal terhebat Mongol dan termasuk Jenderal yang tidak pernah kalah dalam pertempuran, setara dengan Khalid bin Walid dalam kejeniusan.
4) Imam Asy Syathibi dalam Kitab Al I’tisham memasukkan hal ini dalam hal mashalih mursalah ketika pemerintah menarik pajak dari rakyatnya pada suatu waktu tertentu bukan untuk selamanya.
5) Medan tempur Shalahuddin Al Ayyubi di sebelah utara Ain Jalut
6) Perang antara para sahabat Nabi (khalifah Abu Bakar Ash Shiddiq) dengan Romawi
sumber :
http://en.wikipedia.org/wiki/Qutuz
http://en.wikipedia.org/wiki/Mamluk
http://id.wikipedia.org/wiki/Kitbuqa
http://en.wikipedia.org/wiki/Qutuz
http://en.wikipedia.org/wiki/Mamluk
http://id.wikipedia.org/wiki/Kitbuqa
Tulisan dikutip dari : bukitbarisan,wordpress.com 





 
 
 
0 komentar:
Posting Komentar